Banyak alasan orang untuk membenci dunia, sebagaimana lebih banyak lagi alasan untuk menikmati dunia. Terkadang keduanya membuat poros yang jauh berseberangan. Yang membenci dunia begitu jauh meninggalkannya, bahkan melalaikan hak-hak diri dan keluarganya untuk menikmati dunia. Begitu pula yang mencintai dunia terjerumus begitu dalam, mabuk akan kesenangan dunia yang seolah tiada habisnya. Ujung-ujungnya adalah melalaikan Allah SWT dan segala aturan kehidupan dalam agamanya. Aturan Islam sendiri begitu elegan menghadirkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Seorang muslim harus 'bahagia' di dunia untuk kemudian melanjutkan kebahagiaan yang lebih abadi di akhirat sana.
Dalam beberapa ayat berikut ini telah diisyaratkan bagaimana idealnya seorang muslim dalam mengelola kebahagiaanya :
" Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi" (QS Al-Qoshos 77) " Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al-Baqoroh : 201)].
Karena Islam begitu indahnya telah mengatur keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat, maka ada baiknya kita mencari standar kebahagiaan dunia yang diinginkan Islam. Semua ini agar kita tidak 'tertipu' dengan mengatasnamakan kebahagiaan dunia, lalu kita mengejar dunia tanpa jeda, berlari memburu obsesi kemewahan dan kesia-siaan, yang ujung-ujungnya akan melalaikan kita dari mengingat Allah SWT. Inilah yang telah diingatkan dalam dua firman Allah SWT :
Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.( QS At-Taubah 24)
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.(QS Al-Munafiqun 9)
Lalu apa saja standar kebahagiaan hidup di dunia yang 'legal' menurut aturan agama kita. Mari kita mengambil inspirasi tentang hal tersebut dari dua riwayat imam Ahmad berikut ini, yang berasal dari perkataan manusia termulia Rasulullah SAW dan sahabat dekatnya : Umar bin Khotob ra.
Riwayat Pertama :
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : " Termasuk kebahagiaan seseorang (di dunia) : Tetangga yang Baik ( dalam riwayat lain : istri yang sholihat), rumah yang baik (dalam riwayat lain : luas), dan kendaraan yang nyaman " (HR Ahmad)
Riwayat Kedua :
Umar bin Khotob ra berkata : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ".(HR Ahmad)
Dari dua riwayat di atas , setidaknya kita temukan tujuh hal yang bisa disebut sebagai standar kebahagiaan dunia, dimana setiap muslim dituntut untuk bisa mewujudkannya dalam kehidupannya, tentu saja dengan cara-cara elegan yang disahkan oleh syariat Islam yang indah. Tujuh standar kebahagiaan tersebut, masing-masing adalah :
1. Istri yang Sholihat / Pasangan yang Baik
Disebutkan dalam hadits lain bahwa sebaik-baik perhiasan atau kebahagiaan dunia adalah wanita sholihat. Karena dialah pendamping dalam kehidupan kita, yang paling lama berinteraksi dengan kita, mengetahui kelebihan dan kekurangan kita, serta menemani saat-saat suka dan duka. Adalah kebahagiaan dunia mendapatkan istri atau pasangan yang sholihah, mengingatkan kekurangan kita, menghibur segala gundah gulana, serta memotivasi saat semangat mulai menguap begitu saja. Satu point yang penting ; istri sholihat tidak muncul begitu saja, ia adalah hadiah dan anugerah dari Allah atas ketekunan seorang suami dalam mentarbiyah keluarganya.Semuanya memerlukan proses, kesungguhan dan kesabaran untuk mendapatkannya.
2. Tetangga / Lingkungan yang Baik
Tetangga yang baik akan membuat kita nyaman saat keluar rumah, aman saat di dalam rumah, juga bahagia saat bersua dan bersapa. Begitu pula dengan anak dan istri kita, adalah suatu kebahagiaan menemukan lingkungan yang islami, penuh toleransi, saling menjaga dan menghargai. Bukan lingkungan penuh dengan curiga dan buruk sangka, gosip rutin antara tetangga, anak-anak yang bermain tanpa batas, semua hanya akan menyesakka dada kita. Karenanya, benarlah anjuran sebuah perkataan hikmah yang menyatakan : al-jaar qobla daar ( pilih lingkungan dulu barulah tempat tinggal)
3. Rumah yang Luas dan Baik
Dengan rumah yang luas, hati kita menjadi lebih lapang. Akan banyak muncul inspirasi untuk lebih membahagiakan keluarga dan berbuat untuk umat. Anak-anak bisa leluasa bermain atau belajar tanpa saling mengganggu. Berbeda dengan rumah yang sempit, dengan penghuni yang berdesak-desakan, akan lebih banyak membuat hati menjadi sempit.Belum lagi jika ada sanak bertandang, maka amalan untuk memuliakan tamu menjadi tidak bisa dioptimalkan. Selain itu, rumah yang lapang akan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan publik yang bermanfaat. Dari mulai taman baca, tempat pengajian, atau rapat-rapat rutin yang menambah ukhuwah dan kedekatan antar warga.
4. Kendaraan yang Nyaman
Ungkapan hikmah yang begitu mendalam menyatakan : fil harokah barokah. Dalam mobilitas dan dinamis, akan ada kualitas atau keberkahan. Seorang muslim yang dituntut untuk menjadi insan yang bermanfaat, mau tidak mau harus lebih banyak keluar rumah untuk menyebarkan potensinya dalam memperbaiki umat. Karena ia akan lebih sering bergerak di luar rumah, maka ia akan membutuhkan kendaraan yang sesuai dengan mobilitasnya. Jika ia adalah seorang ustadz kampung di desa, mungkin sebuah sepeda akan cukup mengcover daya jelajahnya. Tapi berbeda lagi dengan mereka yang diwilayah perkotaan, kampus, atau bahkan tingkat nasional. Kebutuhan akan kendaraan yang nyaman mutlak menjadi kebutuhan. Karenanya jangan kita mudah berburuk sangka ketika melihat sahabat dengan mobil atau motor yang begitu menawan, bisa jadi itulah yang ternyaman untuk menutupi kebutuhannya.
5. Keindahan Jihad fi Sabilillah
Sesungguhnya di dalam kelelahan dan keletihan saat berjihad, berdakwah ada kepuasan yang menggemuruh dalam dada. Kebahagiaan muncul dalam jiwa yang peduli untuk berjihad dan membantu yang lainnya. Meski darah tertumpah, keringat bercucuran, ataupun harta terkuras begitu rupa, saat perjuangan usai ditorehkan dengan ikhlas, apapun hasilnya hanya akan menambah kebahagiaan dalam dada. Karenanya benarlah ungkapan hikmah yang menyatakan : " seorang dengan jiwa yang besar, akan membuat raganya kelelahan mengikuti keinginan jiwanya "
6. Keindahan Khusyuk dalam Sholat dan Munajat
Kebahagiaan dunia lainnya adalah saat menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, tenggelam dalam dzikr, munajat, dalam doa-doa yang terlantunkan. Khususnya di sepertiga malam yang sangat menjanjikan. Seharian penuh dengan rutinitas melelahkan, akan sangat mudah terhapus dengan tiga rekaat penutup di akhir malam. Inilah rahasia para pengemban risalah, mencari bekal ruhiyah di malam-malam harinya, untuk kemudian tampil berdakwah dan menyebar kebaikan bagi sesama keesokan harinya. Benar-benar membahagiakan.
7. Keindahan Ukhuwah
Berkumpul dengan teman sejawat, saudara sekampung, sesama alumni sekolah, atau teman bermain di kampung yang penuh nostalgia, adalah kebahagian tersendiri yang diinginkan setiap insan. Akan ada canda tawa yang hangat mengakrabkan, nasehat dan motivasi yang menguatkan, pertanyaan-pertanyaan yang menggugah dan menyemangati. Semua begitu indah untuk terlewatkan. Keindahaan ukhuwah mampu membawa kita untuk tetap menikmati dunia. Mari berbuat lebih banyak untuk teman dan saudara, agar keindahan ukhuwah ini tetap terjaga.
Akhirnya, begitu banyak alasan bagi kita untuk tetap bahagia di dunia ini. Mungkin masih banyak alasan lainnya yang juga dilegalkan dalam syariat kita, mari bersama-sama mengupayakannya. Adapun bila hingga hari ini, kebahagiaan itu masih kita usahakan dan belum mendapatkannya, marilah kita mengejarnya dengan penuh kesabaran dan kesyukuran. Karena itu adalah dua senjata utama seorang mukmin dalam mengarungi kehidupannya.
Dari Shuhaib bin Sanan ra, Rasulullah SAW bersabda : " Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, semua urusannya menjadi baik baginya, dan itu semua hanya bagi seorang mukmin dan bukan yang lainnya : jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu adalah terbaik baginya. Jila ia mendapat musibah ia bersabar dan itupun akan menjadi terbaik baginya " (HR Muslim)
Dalam beberapa ayat berikut ini telah diisyaratkan bagaimana idealnya seorang muslim dalam mengelola kebahagiaanya :
" Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi" (QS Al-Qoshos 77) " Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Al-Baqoroh : 201)].
Karena Islam begitu indahnya telah mengatur keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat, maka ada baiknya kita mencari standar kebahagiaan dunia yang diinginkan Islam. Semua ini agar kita tidak 'tertipu' dengan mengatasnamakan kebahagiaan dunia, lalu kita mengejar dunia tanpa jeda, berlari memburu obsesi kemewahan dan kesia-siaan, yang ujung-ujungnya akan melalaikan kita dari mengingat Allah SWT. Inilah yang telah diingatkan dalam dua firman Allah SWT :
Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.( QS At-Taubah 24)
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.(QS Al-Munafiqun 9)
Lalu apa saja standar kebahagiaan hidup di dunia yang 'legal' menurut aturan agama kita. Mari kita mengambil inspirasi tentang hal tersebut dari dua riwayat imam Ahmad berikut ini, yang berasal dari perkataan manusia termulia Rasulullah SAW dan sahabat dekatnya : Umar bin Khotob ra.
Riwayat Pertama :
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : " Termasuk kebahagiaan seseorang (di dunia) : Tetangga yang Baik ( dalam riwayat lain : istri yang sholihat), rumah yang baik (dalam riwayat lain : luas), dan kendaraan yang nyaman " (HR Ahmad)
Riwayat Kedua :
Umar bin Khotob ra berkata : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ".(HR Ahmad)
Dari dua riwayat di atas , setidaknya kita temukan tujuh hal yang bisa disebut sebagai standar kebahagiaan dunia, dimana setiap muslim dituntut untuk bisa mewujudkannya dalam kehidupannya, tentu saja dengan cara-cara elegan yang disahkan oleh syariat Islam yang indah. Tujuh standar kebahagiaan tersebut, masing-masing adalah :
1. Istri yang Sholihat / Pasangan yang Baik
Disebutkan dalam hadits lain bahwa sebaik-baik perhiasan atau kebahagiaan dunia adalah wanita sholihat. Karena dialah pendamping dalam kehidupan kita, yang paling lama berinteraksi dengan kita, mengetahui kelebihan dan kekurangan kita, serta menemani saat-saat suka dan duka. Adalah kebahagiaan dunia mendapatkan istri atau pasangan yang sholihah, mengingatkan kekurangan kita, menghibur segala gundah gulana, serta memotivasi saat semangat mulai menguap begitu saja. Satu point yang penting ; istri sholihat tidak muncul begitu saja, ia adalah hadiah dan anugerah dari Allah atas ketekunan seorang suami dalam mentarbiyah keluarganya.Semuanya memerlukan proses, kesungguhan dan kesabaran untuk mendapatkannya.
2. Tetangga / Lingkungan yang Baik
Tetangga yang baik akan membuat kita nyaman saat keluar rumah, aman saat di dalam rumah, juga bahagia saat bersua dan bersapa. Begitu pula dengan anak dan istri kita, adalah suatu kebahagiaan menemukan lingkungan yang islami, penuh toleransi, saling menjaga dan menghargai. Bukan lingkungan penuh dengan curiga dan buruk sangka, gosip rutin antara tetangga, anak-anak yang bermain tanpa batas, semua hanya akan menyesakka dada kita. Karenanya, benarlah anjuran sebuah perkataan hikmah yang menyatakan : al-jaar qobla daar ( pilih lingkungan dulu barulah tempat tinggal)
3. Rumah yang Luas dan Baik
Dengan rumah yang luas, hati kita menjadi lebih lapang. Akan banyak muncul inspirasi untuk lebih membahagiakan keluarga dan berbuat untuk umat. Anak-anak bisa leluasa bermain atau belajar tanpa saling mengganggu. Berbeda dengan rumah yang sempit, dengan penghuni yang berdesak-desakan, akan lebih banyak membuat hati menjadi sempit.Belum lagi jika ada sanak bertandang, maka amalan untuk memuliakan tamu menjadi tidak bisa dioptimalkan. Selain itu, rumah yang lapang akan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan publik yang bermanfaat. Dari mulai taman baca, tempat pengajian, atau rapat-rapat rutin yang menambah ukhuwah dan kedekatan antar warga.
4. Kendaraan yang Nyaman
Ungkapan hikmah yang begitu mendalam menyatakan : fil harokah barokah. Dalam mobilitas dan dinamis, akan ada kualitas atau keberkahan. Seorang muslim yang dituntut untuk menjadi insan yang bermanfaat, mau tidak mau harus lebih banyak keluar rumah untuk menyebarkan potensinya dalam memperbaiki umat. Karena ia akan lebih sering bergerak di luar rumah, maka ia akan membutuhkan kendaraan yang sesuai dengan mobilitasnya. Jika ia adalah seorang ustadz kampung di desa, mungkin sebuah sepeda akan cukup mengcover daya jelajahnya. Tapi berbeda lagi dengan mereka yang diwilayah perkotaan, kampus, atau bahkan tingkat nasional. Kebutuhan akan kendaraan yang nyaman mutlak menjadi kebutuhan. Karenanya jangan kita mudah berburuk sangka ketika melihat sahabat dengan mobil atau motor yang begitu menawan, bisa jadi itulah yang ternyaman untuk menutupi kebutuhannya.
5. Keindahan Jihad fi Sabilillah
Sesungguhnya di dalam kelelahan dan keletihan saat berjihad, berdakwah ada kepuasan yang menggemuruh dalam dada. Kebahagiaan muncul dalam jiwa yang peduli untuk berjihad dan membantu yang lainnya. Meski darah tertumpah, keringat bercucuran, ataupun harta terkuras begitu rupa, saat perjuangan usai ditorehkan dengan ikhlas, apapun hasilnya hanya akan menambah kebahagiaan dalam dada. Karenanya benarlah ungkapan hikmah yang menyatakan : " seorang dengan jiwa yang besar, akan membuat raganya kelelahan mengikuti keinginan jiwanya "
6. Keindahan Khusyuk dalam Sholat dan Munajat
Kebahagiaan dunia lainnya adalah saat menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, tenggelam dalam dzikr, munajat, dalam doa-doa yang terlantunkan. Khususnya di sepertiga malam yang sangat menjanjikan. Seharian penuh dengan rutinitas melelahkan, akan sangat mudah terhapus dengan tiga rekaat penutup di akhir malam. Inilah rahasia para pengemban risalah, mencari bekal ruhiyah di malam-malam harinya, untuk kemudian tampil berdakwah dan menyebar kebaikan bagi sesama keesokan harinya. Benar-benar membahagiakan.
7. Keindahan Ukhuwah
Berkumpul dengan teman sejawat, saudara sekampung, sesama alumni sekolah, atau teman bermain di kampung yang penuh nostalgia, adalah kebahagian tersendiri yang diinginkan setiap insan. Akan ada canda tawa yang hangat mengakrabkan, nasehat dan motivasi yang menguatkan, pertanyaan-pertanyaan yang menggugah dan menyemangati. Semua begitu indah untuk terlewatkan. Keindahaan ukhuwah mampu membawa kita untuk tetap menikmati dunia. Mari berbuat lebih banyak untuk teman dan saudara, agar keindahan ukhuwah ini tetap terjaga.
Akhirnya, begitu banyak alasan bagi kita untuk tetap bahagia di dunia ini. Mungkin masih banyak alasan lainnya yang juga dilegalkan dalam syariat kita, mari bersama-sama mengupayakannya. Adapun bila hingga hari ini, kebahagiaan itu masih kita usahakan dan belum mendapatkannya, marilah kita mengejarnya dengan penuh kesabaran dan kesyukuran. Karena itu adalah dua senjata utama seorang mukmin dalam mengarungi kehidupannya.
Dari Shuhaib bin Sanan ra, Rasulullah SAW bersabda : " Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, semua urusannya menjadi baik baginya, dan itu semua hanya bagi seorang mukmin dan bukan yang lainnya : jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu adalah terbaik baginya. Jila ia mendapat musibah ia bersabar dan itupun akan menjadi terbaik baginya " (HR Muslim)
assalamualaikum
BalasHapusseperti mata air di tengah gurun, salut buat penulis yg mengajak kembali ke fitrah dengan kesederhanaan cara berpikir tanpa membuat pembacanya merasa digurui. semoga ALLAH merahmatimu! amin
Amiin ...semoga bermanfaaat.jazakumullah
BalasHapus