Islam mengajarkan kita untuk berbuat ihsan atau berbuat optimal dalam setiap kebaikan. Ihsan dalam sholat misalnya, berarti memenuhi syarat, rukun dan juga dijalankan penuh dengan kekhusyukan. Ihsan dalam puasa misalnya, berarti tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya mentari, namun juga menjaga lisan dan pandangan dari hal-hal yang mengurangi pahala puasa kita. Bahkan Islam pun mengajarkan berbuat ihsan, sekalipun dalam konteks menyembelih binatang, yaitu dengan memilih pisau sembelihan yang benar-benar tajam agar tidak terasa menyakitkan dan menyiksa. Ajaran ihsan dalam segala kebaikan inilah yang ditekankan Rasulullah SAW dalam haditsnya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan ihsan atas segala sesuatunya “. (HR Muslim).
Bukan hanya dalam permasalahan ibadah, Islam juga menekankan ihsan dalam hal muamalah. Salah satu yang sering dibahas saat ini adalah seputar sedekah. Banyak yang menganggap yang terpenting dari sedekah adalah esensinya, dalam arti cukup sekedar mengeluarkan harta untuk orang lain, apapun dan bagaimanapun caranya tidaklah terlalu penting. Tentu saja hal yang demikian tidak sepenuhnya salah, namun alangkah baiknya jika kita sedekit merenung bahwa sejatinya dalam bersedekah pun kita dituntut untuk bisa berlaku ihsan atau optimal.
Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdasy dalam kitabnya Mukhtasor Minhajul Qashidin, menukil ucapan kaum salafus shalih yang menyatakan : “ Tidaklah sempurna sebuah kebaikan, kecuali jika dilakukan dengan tiga hal : dianggap kecil, dipercepat dan ditutupi “. Dari ungkapan hikmah di atas, setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan untuk membuat kesempurnaan sedekah kita.
Pertama : dengan menganggap enteng sedekah kita.
Sebagian orang merasa telah banyak mengeluarkan harta dan bersedekah untuk orang lain. Bahkan terkadang ini membuatnya bersikap kurang baik pada mereka yang meminta sedekah kepadanya. Yang paling memprihatinkan dalam hal ini adalah ketika seseorang senantiasa menyebutkan apa-apa yang telah ia sedekahkan, yang mau tidak mau menunjukkan sifat riya yang bisa menghapus amal tersebut. Allah SWT telah mengingatkan : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) .. “ (QS Al Baqoroh : 264)
Semestinya yang perlu dilakukan adalah menganggap enteng bahkan melupakan apa yang telah kita sedekahkan. Jika perlu, rasanya wajar kita berterima kasih kepada mereka yang mau menerima sedekah kita. Karena itu pertanda mereka meyakini sepenuhnya kehalalan dan kesucian harta kita.
Kedua : dengan mempercepat sedekah kita dan tidak menunda-nunda
Dalam kebaikan secara umum kita dianjurkan untuk bersegera dan berlomba, begitu pula dengan bersedekah. Apalagi konteks sedekah adalah berhubungan dengan orang lain, karenanya semakin cepat kita menyegerakan sedekah kita, akan semakin bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Adapun sikap menunda-nunda sedekah dengan memunculkan banyak alasan, sungguh akan melahirkan sifat bakhil dalam diri kita. Padahal jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah memberikan garansi tentang keutuhan harta kita paska sedekah, beliau bersabda dalam haditsnya : “Tidak akan berkurang harta seorang hamba karena disedekahkan” (HR Tirmidzi)
Ketiga : dengan menutup-nutupi sedekah kita.
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW menyebutkan tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan dari Allah SWT di hari kiamat nanti. Salah satu dari tujuh golongan tersebut adalah : seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, bahkan hingga digambarkan tangan kanannya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kirinya.
Gambaran kemuliaan di atas cukuplah memberikan motivasi bagi kita untuk berusaha menjaga sedekah kita agar tidak terlalu menonjol dan diketahui banyak orang. Tentu saja ini bukan berarti larangan bersedekah dengan cara terang-terangan, karena terkadang hal tersebut justru bisa memotivasi yang lainnya untuk berbondong-bondong mengikuti kebaikan tersebut. Adapun hikmah yang terkandung dalam sedekah yang tersembunyi setidaknya ada dua, pertama ; akan lebih menjaga hati kita dari penyakit riya, dan yang kedua ; menjaga kemuliaan dan harga diri mereka yang menerima sedekah kita.
Akhirnya, marilah kita berusaha untuk menghiasi hari-hari kita dengan amal yang terbaik, baik dalam hal ibadah maupun muamalah, agar kesempurnaan pahala kita pun utuh tercatat di akhirat nanti. Wallahu a’lam bisshowab.
*dimuat dalam rubrik Tauisyah Suara Merdeka 29 Januari 2010
Bukan hanya dalam permasalahan ibadah, Islam juga menekankan ihsan dalam hal muamalah. Salah satu yang sering dibahas saat ini adalah seputar sedekah. Banyak yang menganggap yang terpenting dari sedekah adalah esensinya, dalam arti cukup sekedar mengeluarkan harta untuk orang lain, apapun dan bagaimanapun caranya tidaklah terlalu penting. Tentu saja hal yang demikian tidak sepenuhnya salah, namun alangkah baiknya jika kita sedekit merenung bahwa sejatinya dalam bersedekah pun kita dituntut untuk bisa berlaku ihsan atau optimal.
Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdasy dalam kitabnya Mukhtasor Minhajul Qashidin, menukil ucapan kaum salafus shalih yang menyatakan : “ Tidaklah sempurna sebuah kebaikan, kecuali jika dilakukan dengan tiga hal : dianggap kecil, dipercepat dan ditutupi “. Dari ungkapan hikmah di atas, setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan untuk membuat kesempurnaan sedekah kita.
Pertama : dengan menganggap enteng sedekah kita.
Sebagian orang merasa telah banyak mengeluarkan harta dan bersedekah untuk orang lain. Bahkan terkadang ini membuatnya bersikap kurang baik pada mereka yang meminta sedekah kepadanya. Yang paling memprihatinkan dalam hal ini adalah ketika seseorang senantiasa menyebutkan apa-apa yang telah ia sedekahkan, yang mau tidak mau menunjukkan sifat riya yang bisa menghapus amal tersebut. Allah SWT telah mengingatkan : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) .. “ (QS Al Baqoroh : 264)
Semestinya yang perlu dilakukan adalah menganggap enteng bahkan melupakan apa yang telah kita sedekahkan. Jika perlu, rasanya wajar kita berterima kasih kepada mereka yang mau menerima sedekah kita. Karena itu pertanda mereka meyakini sepenuhnya kehalalan dan kesucian harta kita.
Kedua : dengan mempercepat sedekah kita dan tidak menunda-nunda
Dalam kebaikan secara umum kita dianjurkan untuk bersegera dan berlomba, begitu pula dengan bersedekah. Apalagi konteks sedekah adalah berhubungan dengan orang lain, karenanya semakin cepat kita menyegerakan sedekah kita, akan semakin bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Adapun sikap menunda-nunda sedekah dengan memunculkan banyak alasan, sungguh akan melahirkan sifat bakhil dalam diri kita. Padahal jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah memberikan garansi tentang keutuhan harta kita paska sedekah, beliau bersabda dalam haditsnya : “Tidak akan berkurang harta seorang hamba karena disedekahkan” (HR Tirmidzi)
Ketiga : dengan menutup-nutupi sedekah kita.
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW menyebutkan tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan dari Allah SWT di hari kiamat nanti. Salah satu dari tujuh golongan tersebut adalah : seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, bahkan hingga digambarkan tangan kanannya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kirinya.
Gambaran kemuliaan di atas cukuplah memberikan motivasi bagi kita untuk berusaha menjaga sedekah kita agar tidak terlalu menonjol dan diketahui banyak orang. Tentu saja ini bukan berarti larangan bersedekah dengan cara terang-terangan, karena terkadang hal tersebut justru bisa memotivasi yang lainnya untuk berbondong-bondong mengikuti kebaikan tersebut. Adapun hikmah yang terkandung dalam sedekah yang tersembunyi setidaknya ada dua, pertama ; akan lebih menjaga hati kita dari penyakit riya, dan yang kedua ; menjaga kemuliaan dan harga diri mereka yang menerima sedekah kita.
Akhirnya, marilah kita berusaha untuk menghiasi hari-hari kita dengan amal yang terbaik, baik dalam hal ibadah maupun muamalah, agar kesempurnaan pahala kita pun utuh tercatat di akhirat nanti. Wallahu a’lam bisshowab.
*dimuat dalam rubrik Tauisyah Suara Merdeka 29 Januari 2010
Hidup lebih berkah dengan sedekah. Jazaakallah khairan atas taushiyahnya.
BalasHapus“ Tidaklah sempurna sebuah kebaikan, kecuali jika dilakukan dengan tiga hal : dianggap kecil, dipercepat dan ditutupi “
BalasHapusdi anggap kecil tu maksudnya bagaimana ust?
@muchlisin : sama sama, terima kasih atas kunjungannya ..
BalasHapus@fahri : maksudnya tidak kita ingat2 terus sebagai sebuah amal yang besar ....