Sosok Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi memang lebih dikenal ketegasan dan kekejamannya dalam sejarah Islam. Ia adalah salah seorang panglima terbesar Dinasti Umawiyah sekaligus gubernur di Iraq. Tangan Hajjaj dalam sejarah dikenal banyak berlumuran darah dalam menegakkan stabilitas pemerintahan Umawiyah, bahkan tak terkecuali darah para sahabat termasuk Abdullah bin Zubair yang mulia. Meskipun demikian, para ulama mempunyai beberapa pandangan yang berbeda tentang tokoh Hajjaj bin Yusuf.
Di luar itu semua, ada satu sisi dalam diri Hajjaj bin Yusuf yang saat ini tidak terlalu banyak diketahui, yaitu tentang kepiawaiannya dalam berpidato serta kefasihannya dalam berbicara. Beberapa peristiwa menunjukkan konsentrasi dan perhatiannya pada masalah-masalah sastra dan bahasa arab. Terkadang juga keluar beberapa bait syair yang sebagiannya kemudian dikenang dalam sejarah.
Salah satu syair yang banyak begitu dikenal, dan barangkali kita semua sering mendengarnya adalah ungkapan : “ Bukanlah pemuda yang mengatakan ini bapakku, tapi yang mengatakan inilah aku “. Banyak yang menisbahkan bahwa kata-kata hikmah ini adalah ungkapan Ali bin Abi Tholib, hal ini tidak sepenuhnya salah, karena ada ungkapan yang hampir-hampir sama tertuang dalam Diwan Ali bin Abi Tholib. Tetapi ada pula riwayat lain yang menunjukkan kalimat tersebut adalah ungkapan Hajjaj bin Yusuf yang di dahului dengan sebuah cerita yang unik. Mari kita simak bersama kisahnya:
Ketika Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi menjadi gubernur Iraq, ia memerintahkan prajuritnya untuk melakukan patroli malam demi menjaga keamanan negara dan pemerintahannya. Ia memberlakukan jam malam. barang siapa yang didapati masih berkeliaran di malam hari, maka akan dipenggal lehernya dengan tuduhan subversif.
Pada suatu malam saat berkeliling, prajurit Hajjaj mendapati tiga pemuda –dalam riwayat disebutkan tengah minum khomr-, maka mereka segera mengepung dan mengintegorasi tiga pemuda tersebut. Salah satu dari prajurit tersebut berseru : “ Kalian ini siapa ? berani sekali menentang perintah Hajjaj !“
Maka satu demi satu, para pemuda itu mengungkapkan dirinya dengan bahasa yang teramat halus dan indah. Pemuda yang pertama mengatakan :
“Aku adalah anak seseorang
Yang banyak leher mendekat kepadanya
Baik dari keluarga Makhzumi maupun Hasyimi
Leher-leher itu mendatanginya dengan menunduk
Lalu orangtuaku mengambil harta dan darahnya”
Setelah mendengar ucapan sang pemuda pertama, prajurit Hajjaj urung membunuhnya. Mereka berpikir bahwa bisa jadi pemuda ini adalah kerabat gubernur atau pembesar lainya. Adapun pemuda kedua mengatakan :
“ Aku adalah anak seorang
Yang sepanjang zaman kemuliaannya tak akan surut
Sekalipun surut pada suatu ketika, maka akan kembali
Orang-orang melihat cahaya apinya
Ada yang duduk dan berdiri di sekelilingnya”
Mendengar itu, para prajurit mengurungkan niat membunuhnya, mereka berpikir bisa jadi pemuda ini adalah anak seorang pemuka arab yang mulia.Kemudian pemuda yang ketiga mengaku :
“Aku adalah anak seorang
Yang menentukan sebuah barisan
Dan meluruskannya dengan pedang hingga benar2 lurus
Tunggangannya tak pernah terlepas dari kedua kakinya
bahkan saat kuda-kuda berhamburan di hari peperangan”
Mereka pun kembali urung membunuh pemuda itu, karena mengira bahwa ia adalah anak seorang kesatria yang pemberani.
Ketika pagi menjelang, mereka melaporkan hal ini pada Hajjaj bin Yusuf. Kemudian Hajjaj memanggil ketiganya dan berhasil menyingkap identitas mereka yang sesungguhnya. Pemuda yang pertama adalah anak seorang tukang bekam, yang kedua anak pembuat roti, dan yang ketiga adalah anak seorang penenun.
Hajjaj bi Yusuf terkagum-kagum dengan kefasihan mereka dalam berbahasa arab sehingga membuat prajuritnya terpedaya. Mereka tidak berbohong ketika menyebutkan siapa orangtuanya, tetapi keindahan bahasa dan sastra membuat orang –orangnya terkecoh sedemikian rupa. Hajaj lalu mengatakan pada yang hadir di hadapannya :
“ ajarilah anak-anakmu sastra, seandainya bukan karena mereka fasih dalam bahasa, sungguh aku akan memenggal lehernya”
Lalu Hajjaj menyenandungkan syair yang dikemudian hari menjadi sangat terkenal :
كن ابن من شئت واكتسب أدباًيغنيك محموده عن النسبإن الفتى من يقول هاأنذاليس الفتى من يقول كان أبي
“Jadilah anaknya siapa pun, tapi pelajarilah sastraMaka engkau tidak perlu lagi pujian karena keturunanSesungguhnya pemuda adalah yang mengatakan inilah akuDan bukanlah pemuda yang mengatakan “ bapakku adalah .. “
Sahabat blogger dakwah yang selalu optimis. Semoga kita bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah di atas. Sesungguhnya kita mulia karena amal dan kemampuan kita, bukan karena keturunan apalagi sejarah masa lalu yang telah menjadi nostalgia. Rasulullah SAW sejak lama telah mengingatkan untuk tidak mengandalkan nasab kita. Beliau bersabda dalam riwayat muslim :
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“ Barang siapa yang lambat dalam beramal, maka (kemulian) nasabnya tidak akan membuatnya cepat (mendapatkan surga) “ ( HR Muslim)
Hadits Rasulullah SAW di atas, serta ungkapan Hajjaj bin Yusuf di atas mungkin menginspirasi sosok ulama dakwah terbesar abad ini, Imam Syahid Hasan Al Banna, saat seorang wartawan bertanya kepadanya tentang dirinya dan meminta beliau memperkenalkan dirinya sendiri kepada orang ramai. Beliau berkata
"Saya adalah pengembara yang mencari kebenaran. Saya adalah manusia yang mencari hakikat kemanusiaan. Saya adalah seorang warganegara yang memimpikan sebuah negara yang dihormati, merdeka, tenteram dan hidup harmoni di bawah naungan Islam yang murni. Saya hanyalah ibarat seorang yang memahami rahasia hidupnya."
Lalu beliau melanjutkan : "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan sekalian alam, tiada yang mempersekutuiNya. Inilah yang diperintahkan kepada saya dan saya adalah termasuk mereka yang berserah diri.”
Diakhir kalimat panjangnya beliau menutup dengan pertanyaan
: “ Inilah saya, lalu siapakah Anda ?
Di akhirat pun amal kebaikan kita sendiri yang menyelamatkan kita dari api neraka bukan amal kebaikan orang tua kita..
BalasHapus