Begitu elegan syariat Islam memperlakukan manusia dengan sifat kemanusiaannya. Kita tidak dipaksa menjadi malaikat dengan beribadah terus menerus. Tidak pula kita dibiarkan tenggelam menjadi hewan yang sibuk makan dan bersetubuh saja. Begitu pula dalam Ramadhan. Puasa tidak lantas menutup semua celah bagi suami istri untuk saling berbagi rindu. Ada malam-malam Ramadhan yang bisa menjadi saksi mesra dan gairah antara suami istri. Ini bukan sekedar halal namun juga sebuah pengakuan. Pengakuan atas sisi kemanusiaan kita yaitu nafsu. Sebuah ayat menyatakan dengan penuh sindiran tentang hal ini.
“ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Ramadhan bercampur dengan istri-istri kamu. Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu. Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu … “ (QS Al-Baqarah : 187)
Serangkaian kemesraan pada malam hari Ramadhan begitu indah digambarkan: suami istri menjadi pakaian bagi yang lainnya. Bahasa sederhananya adalah saling menutupi, saling melindungi, dan akhirnya saling memberi ketenangan. Puncak aktifitas mesra pada malam Ramadhan –tentu saja – adalah jimak. Halal. Pembahasan tentang jimak sudah kita bahas sebelumnya, dan rasa-rasanya tidak terlalu jauh berbeda antara Jimak di malam Ramadhan dan yang selainnya. Karenanya kita akan lebih konsen pada kemesraan-kemesraan yang mungkin tercipta di siang hari Ramadhan. Mungkinkah ?
Alhamdulillah. Menjaga mesra di siang Ramadhan dengan penuh elegan sudah sejak lama dicontohkan. Beliaulah –SAW- yang senantiasa proporsional dalam setiap aktifitasnya. Bahkan kemesraan-kemesraan yang beliau ciptakan sama sekali tidak mengganggu kekhusyukan. Lebih jauh lagi, tidak membatalkan puasanya. Mari kita belajar mesra dari qudwah dan junjungan kita.
Apa saja prestasi mesra beliau di bulan puasa.
1. Tetap Mesra di Malam Ramadhan
Dari Abu Bakr bin Abdurrahman, Ummu Salamah berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bangun pagi dalam keadaan junub karena bersetubuh, bukan karena mimpi. Namun beliau tidak berbuka dan tidak mengqadha (mengganti) puasanya “. (HR Muslim (III/138)
Begitulah Rasulullah SAW sebagai pedoman. Malam Ramadhan bukan berarti menjauh dari istri atas nama kekhusuyukan. Mengingkari sebuah kebutuhan yang telah dihalalkan. Jadikan malam Ramadhan penuh kenangan yang beragam. Kenangan dalam ibadah juga kenangan dalam berlabuh mesra bersama pasangan. Tinggal pandai-pandai memanajen waktu yang ada. Antara habis tarawih dan sebelum sahur. Agar di siang hari syahwat kita tidak terlunta-lunta.
2. Tetap Mencium mesra saat berpuasa
Dari Aisyah ra, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mencium dan memeluk (istrinya) padahal beliau sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang paling dapat mengendalikan nafsu seksualnya diantara kamu } HR Bukhori (V/51) dan Muslim (III/135)
Ternyata siang hari Ramadhan tidak selalu diliputi kehausan. Bagi sebagian pemburu mesra waktu apapun akan dijadikan ladang pahala mesra. Apalagi jika Rasulullah SAW telah mencontohkan. Seolah mengisyaratkan bahwa beliau sangat paham, bahwa ada sebagian umatnya yang juga tetap romantis di saat puasa.
Mencium mesra saat dahaga melanda adalah bagai guyuran air hujan yang sejuk dari langit sana. Mencium mesra saat puasa memang membutuhkan manajemen potensi syahwat yang ketat dan luar biasa. Sekali saja tergelincir penyesalan menjadi tiada guna. Karenanya, berlatihlah mencium untuk menghias mesra saja, tanpa perlu syahwat ikut bergelora. Ciuman sayang, ciuman kasih, banyak yang bisa kita lakukan selain ciuman syahwati. Seperti ketika sang suami pulang dan mendapati istrinya tidur. Lalu ia mencium kening istrinya dengan pelan agar tak terjaga. Inilah ciuman mesra yang penuh kasih. Tak ada campur tangan syahwat dan gairah.
Jika Anda ingin lebih dari sekedar mencium. Pastikan bahwa rambu-rambu batasan harus telah jelas terpancang. Pastikan pula bahwa agenda ibadah dan kekhusyukan jangan sampai hilang tanpa kesan. Jika mau bersabar, setelah maghrib episode mesra akan lebih berkesan insya Allah.
3. Tetap Mesra Saat I'tikaf
I'tikaf adalah aktifitas berdiam diri di dalam masjid, memenuhi waktu-waktunya untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Dilihat dari artinya, maka itikaf seolah tidak menyisakan celah bagi kita untuk romantis. Apalagi isyarat ini dikuatkan dengan antisipasi awal dalam Al Quran, dimana Allah SWT berfirman : " Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya " ( QS Al-Baqarah : 187 ). Walhasil, lengkap sudah alasan bagi kita untuk sejenak menutup pintu romantis lalu menata konsentrasi kita untuk lebih utuh dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Namun uniknya, kenyataan siroh yang indah mencatat banyak hal romantis yang dilakukan Rasullah SAW bersama istri-istri beliau, sekalipun dalam masa itikaf. Sekali lagi ini bukti keselarasan syariah Islam dengan para perindu romantis sepanjang masa. Ia tidak menutup satu pintu romantis kecuali membuka pintu-pintu yang lainnya. Inilah peluang-peluang yang harus utuh terbaca oleh setiap pemburu romantis.
Dari Aisyah ra, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW ketika sedang beri'tikaf, beliau menjulurkan kepalanya kepadaku, lalu aku menyisir (rambut)nya, dan beliau tidak masuk ke rumah kecuali untuk sebuah keperluan " ( HR Bukhori 1889 , Muwatho' (605), Muslim (445), Abu Daud (2111) Tirmidzi (733)
Dari Shafiyyah binti Huyay, Ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan itikaf, pada suatu malam aku datang mengunjunginya, lalu saya berbicara dengan beliau, kemudian saya berdiri untuk pulang. Beliau pun berdiri bersamaku untuk mengantarkan aku pulang, sedangkan tempat tinggalnya saat itu di kampung Usamah bin Zaid ( HR Bukhari dan Muslim dan Abu Daud )
Duh romantisnya ketika sedang itikaf, sang istri datang dan ikut merawat suaminya. Membersihkan wajah, menata rambut atau sekedar menyemprotkan minyak wangi misalnya. Mencari tempat yang tidak membuat pandangan para mu'takifin terlena meski sebentar. Ada pula peluang lain yang tak kalah berpahala ; menyiapkan logistik sang suami saat itikaf. Pastikan dia yang tercinta tak kelaparan saat tak bermalam dengannya. Makanan kesukaannya pasti sudah sama-sama hafal diluar kepala, apalagi saat ditambah bumbu rindu, maka semoga ini menambah semangat sang suami dan kekuatannya dalam memburu kemuliaan seribu bulan.
Dan pada akhirnya, langkah -langkah sang suami dalam mengantar kepulangan istri ke rumahnya, bisa berubah menjadi investasi pahala yang tak kalah menarik dengan aktifitasnya di dalam masjid. Jika bukan diniatkan mengikuti sunnah, apa lagi ? Seperti Ibnu Umar yang sangat idealis dalam meniru setiap gerak-gerik rasulullah SAW. Atas dasar kecintaan yang abadi.
Subhanallah. Selamat Romantis di Bulan Puasa !
andaikan saja saya sudah berkeluarga dan mempunyai istri yg solehah ( amiiin ) insyaallah saya akan bersunnah mengikuti prestasi beliau
BalasHapusinsya Allah semoga segera dimudahkan jodoh yang sholehah ...
BalasHapus