Saat suami telah memberikan yang terbaik untuk keluarga, berjibaku dengan kerasnya dunia untuk menjaga asap dapur tetap mengepul, maka berapapun yang dihasilkan harus diterima dengan penuh keridhoan dan rasa syukur. Sang suami telah menjalankan kewajiban mencari nafkah, membuktikan rasa tanggung jawab sekaligus kecintaan kepada keluarga. Maka kini giliran sang istri untuk menerima dengan tangan terbuka, sepenuh hati terhadap rizki Allah SWT yang diamanahkan kepada suaminya di hari itu.
Maka peran sederhana berikutnya adalah menerima pemberian suami dengan penuh cinta dan lapang dada. Ajaran Islam tidak mengenal ungkapan : “ ada uang abang disayang, tak ada uang abang dikemplang”. Karenanya, lembar demi lembar uang pemberian dari suami hendaknya menjadi catatan amal kebaikan, karena mensyukuri dan ridho sepenuh hati. Sebaliknya, perasaan tak lega atau kurang puas dengan apa yang ada, justru bisa menjerumuskan para wanita ke dalam kemurkaan Allah SWT yang berujung neraka. Naudzubillah. Mari kita perhatikan sejenak riwayat berikut :
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. keluar ke lapangan pada hari Idul Adha atau idul Fitri. Lalu beliau melintas dengan kelompok wanita dan bersabda, 'Wahai sekalian wanita, bersedekahlah sesungguhnya diperlihatkan kepadaku bahwa mayoritas penduduk neraka adalah para wanita.' Para wanita bertanya, 'Mengapa ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Karena kalian terlalu banyak melaknat dan tidak mensyukuri kebaikan suami. (HR Bukhari dan Muslim).
Setelah menerima berapapun hasil kerja keras dan keringat sang suami, maka peran berikutnya yang harus dijalankan adalah mampu mengelola dana terbatas itu dengan bijak dan cerdas. Bijak karena tidak membelanjakan kecuali benar-benar hal yang dibutuhkan, bukan sekedar diinginkan. Cerdas karena mampu mengelola melakukan penghematan tanpa mengurangi kualitas asupan gizi buat anak-anak dan keluarga, misalnya.
Sejak awal syariat kita senantiasa menginginkan bahwa dana harus diberikan kepada mereka yang cerdas dan mampu mengelolanya. Allah SWT berfirman : “ dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS AN-Nisaa: 6)
Maka inilah peran wanita yang harus senantiasa dibuktikan dari hari kehari. Kemampuannya mengelola keuangan keluarga harus setara dengan seorang manager di sebuah badan usaha yang paling sederhana. Mungkin saja tak perlu selalu hitam di atas putih, tapi pastikan ada laporan kepada sang suami untuk memberikan secercah kelegaan di dalam hati. Yakinkan pada para suami, bahwa yang ia berikan sungguh bermakna dan berharga bagi keluarganya, meskipun jumlahnya tak seberapa. Wallahu a’lam
Maka peran sederhana berikutnya adalah menerima pemberian suami dengan penuh cinta dan lapang dada. Ajaran Islam tidak mengenal ungkapan : “ ada uang abang disayang, tak ada uang abang dikemplang”. Karenanya, lembar demi lembar uang pemberian dari suami hendaknya menjadi catatan amal kebaikan, karena mensyukuri dan ridho sepenuh hati. Sebaliknya, perasaan tak lega atau kurang puas dengan apa yang ada, justru bisa menjerumuskan para wanita ke dalam kemurkaan Allah SWT yang berujung neraka. Naudzubillah. Mari kita perhatikan sejenak riwayat berikut :
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. keluar ke lapangan pada hari Idul Adha atau idul Fitri. Lalu beliau melintas dengan kelompok wanita dan bersabda, 'Wahai sekalian wanita, bersedekahlah sesungguhnya diperlihatkan kepadaku bahwa mayoritas penduduk neraka adalah para wanita.' Para wanita bertanya, 'Mengapa ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Karena kalian terlalu banyak melaknat dan tidak mensyukuri kebaikan suami. (HR Bukhari dan Muslim).
Setelah menerima berapapun hasil kerja keras dan keringat sang suami, maka peran berikutnya yang harus dijalankan adalah mampu mengelola dana terbatas itu dengan bijak dan cerdas. Bijak karena tidak membelanjakan kecuali benar-benar hal yang dibutuhkan, bukan sekedar diinginkan. Cerdas karena mampu mengelola melakukan penghematan tanpa mengurangi kualitas asupan gizi buat anak-anak dan keluarga, misalnya.
Sejak awal syariat kita senantiasa menginginkan bahwa dana harus diberikan kepada mereka yang cerdas dan mampu mengelolanya. Allah SWT berfirman : “ dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (QS AN-Nisaa: 6)
Maka inilah peran wanita yang harus senantiasa dibuktikan dari hari kehari. Kemampuannya mengelola keuangan keluarga harus setara dengan seorang manager di sebuah badan usaha yang paling sederhana. Mungkin saja tak perlu selalu hitam di atas putih, tapi pastikan ada laporan kepada sang suami untuk memberikan secercah kelegaan di dalam hati. Yakinkan pada para suami, bahwa yang ia berikan sungguh bermakna dan berharga bagi keluarganya, meskipun jumlahnya tak seberapa. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar