Salah satu inti dari prosesi pelaksanaan ibadah sholat Jumat adalah Khutbah Jumat. Sebenarnya ini merupakan kesempatan yang berharga untuk mengingatkan umat dan masyarakat. Memberikan pemahaman dan penguatan seputar semangat keislaman. Namun yang terjadi saat ini khutbah jumat menjadi semacam rutinitas yang sering terlewati begitu saja. Bahkan jika kita perhatikan dengan seksama, banyak makmum yang tertidur dengan lelap selagi khotib berkhutbah. Jika hal ini terjadi terus menerus dan berulang setiap saat, maka esensi khutbah Jumat untuk penyegaran dan penguatan semangat keislaman menjadi semakin terbengkalai. Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar khutbah Jumat menjadi optimal.
Pertama : Khutbah Dilaksanakan di atas mimbar atau yang lebih tinggi dari itu
Sebenarnya ini termasuk dari hal yang disunatkan saat khutbah Jum’at, yaitu dilaksanakan di atas mimbar. Rasulullah SAW juga melakukan khutbah Jumat di atas mimbar. Dengan posisi khotib yang strategis dan dapat dilihat dari berbagai penjuru masjid, maka ini akan membantu jamaah akan lebih konsentrasi dari pada sekedar mendengar suara saja. Di banyak masjid di negara Arab, khotib bukan hanya sekedar naik mimbar, tapi dibuatkan tempat khusus yang jauh lebih tinggi dari posisi duduk makmum. Sehingga khotib harus menaiki banyak anak tangga terlebih dahulu untuk mencapai tempat khotbahnya. Di Indonesia masih sedikit masjid yang dilengkapi dengan tempat khusus khotib yang jauh lebih tinggi dari sekedar mimbar biasa.
Kedua : Khutbah dengan Meninggikan Suara dan Intonasi yang Tegas
Disunatkan pula bagi khatib meninggikan suaranya, sebagaimana dikemukakan dalam hadits Jabir yang menggambatkan bagaimana sifat khotbah Rasulullah SAW : “. . . kemudian sesudah itu beliau dengan meninggikan suaranya dan dengan menampakkan diri bagai orang marah besar”. Memang saat ini sudah digunakan pengeras suara yang sedemikan rupa, hingga materi khutbah bisa terdengar ke segala arah dengan begitu membahana. Namun jika khotib tidak mengoptimalkan nada dan intonasi suara, maka pengeras suara itu menjadi tanpa makna. Jika khotib tampil dengan suara yang lemah lagi mendayu-dayu, maka jamaah sholat bagaikan dininabobokkan dengan dongeng pengantar tidur. Sekali lagi dibandingkan di beberapa negara di Arab, khutbah di sana serasa barisan briefieng pemberangkatan perang, dimana Khotib bersuara dengan lantang dan bersemangat, mengingatkan umat akan kewajiban-kewajiban yang terlupa. Benar-benar sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW yaitu “ menampakkan diri bagai orang yang marah besar”
Ketiga : Khutbah dengan Singkat
Di sunatkan juga bagi khatib berkhutbah dengan singkat, sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan dari Utsman r.a. : “Bahwasanya dia berkhutbah dengan singkat, maka dikemukakan (saran) kepadanya : (Akan lebih baik) sekiranya engkau (berkhutbah) lebih panjang. Kemudian dia berkata: Aku mendengar Nabi SAW bersabda : “ Khutbah seseorang dengan singkat adalah terpuji dan sebagai dalil akan kedalaman ilmu agamanya.Maka lamakanlah shalat dan persingkatlah khutbah oleh kalian”.
Konsentrasi kita dalam menerima sebuah materi melalui ceramah, kajian atau khutbah biasanya tak lebih dari 30-45 menit. Karenanya dalam perkuliahan atau sekolah pun, berbagai mata pelajaran dibagi dalam beberapa sessi yang setiap sessinya tak lebih dari 45 menit. Ini memang untuk membantu kita dalam berkonsentrasi, lebih dari itu yang ada adalah kejenuhan dan upaya untuk mengalihkan suasana lain. Karenanya khotib harus sadar akan hal ini dan tidak membebani jamaah dengan memaksakan materi layaknya seminar. Khotbah yang terlampau lama hanya akan disikapi dengan keengganan dan kantuk yang luar biasa. Namun sekali lagi, singkat atau tidaknya terkadang setiap orang berbeda. Dr Yusuf Qardhawi di usianya yang lanjuta, terlihat masih begitu lantang dan lama saat berdiri melaksanakan khotbah Jumat. Jadi singkat versi setiap tempat bisa jadi berbeda-beda,
Keempat : Jamaah Sholat harus punya Usaha untuk menghilangkan Kantuk
Syariat kita mempunyai cara unik untuk mengusir kantuk yang menyerang saat khutbah Jumat. Rasulullah SAW bersabda,“jika salah seorang dari kalian merasa ngantuk pada hari jum’at, maka hendaklah ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat duduk temannya dan temannya berpindah ke tempat duduknya.” (HR. Al-Baihaqi ) . Begitu pula disebutkan dalam hadits Ibnu Umar , beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda “jika salah seorang dari kalian merasa ngantuk dimasjid hari jum’at, hendaklah ia berpindah dari tempat duduknya ke tempat lain”. (HR. Abu Dawud ).
Maka hal ini mungkin terdengar aneh dan tidak biasa, tapi sesungguhnya salah satu hal yang bisa dipraktekkan tanpa harus khawatir. Memang awalnya akan dilihat sebagai sesuatu yang asing, namun dikemudian hari bisa saja menjadi hal yang biasa. Spiritnya sebenarnya bisa kita ambil, yaitu bagaimana jamaah punya inisiatif dan usaha untuk melawan rasa kantuk tersebut. Bukan malah pasrah menerima rasa kantuk yang datang menggoda. Wallahu a’lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar