Saat seorang ditanya tentang arti romantis, maka segera saja berkelebat bayangan yang indah-indah dalam benaknya. Yang hobbi nonton telenovela atau sinetron akan menjawab; makan malam bersama pasangan, diterangi sebatang lilin dan ditemani tembang-tembang kenangan itu romantis. Sementara muda-mudi yang baru kasmaran dengan pacarnya akan mengatakan, romantis itu identik dengan puisi dalam sepucuk surat cinta. Seorang gadis bisa melayang jiwanya, hanya dengan beberapa bait puisi yang memujinya. Lihat sosok Rangga, dalam film Ada Apa dengan Cinta (2002) dengan puisi-puisinya, katanya mewakili makna romantis, dan tiba-tiba saja gaung film itu membahana.
Lain lagi bagi mereka penggemar film-film Bollywood India, bayangan romantis adalah menari dan menyanyi dengan pasangannya di tempat-tempat indah. Entah pinggir pantai, lembah atau sepanjang rel kereta api, Rasa-rasanya belum pernah terlihat Shakhrukh Khan dan Kajol menari di tempat yang kotor dan kumuh. Romantis benar-benar membutuhkan pemandangan alam yang indah ! Bagi mereka yang bergaya eropa abad pertengahan akan segera menjawab romantis itu seorang pria memberi setangkai bunga pada pasangannya, berdansa, lalu menggendongnya ke tempat tidur. Ibarat seorang pangeran impian yang menghamba pada seorang putri dari negri dongeng.
Belum selesai sampai di situ saja. Ada sisi lain dari romantis yang jarang diperhatikan banyak orang, yaitu ; tangisan, kesedihan, kasih tak sampai yang berujung kematian. Lihat saja kisah-kisah yang dikenal banyak orang bertahun-tahun : ada Romeo dan Juliet karangan Shakespare bagi orang Barat, Laila Majnun karangan Nizami bagi orang Persia dan Arab, atau juga Tenggelamnya Kapal Vanderwijk karya Hamka, pujangga bangsa kita sendiri. Banyak yang mengatakan ini adalah kisah-kisah romantis yang terbesar sepanjang sejarah. Kalau benar romantis, berarti yang mereka maksud dengan romantis adalah kasih tak sampai yang berujung kematian. Kita tahu Romeo sepakat untuk bunuh diri bersama Juliet. Sementara Qais menggila, mati bersimpuh di atas pusara Laila. Sementara Zaenuddin dan Hayati pun ikut-ikutan meninggal dan tak pernah menemukan muara cintanya. Lalu bisakah dikatakan, bahwa kesedihan sama dengan romantis ?
Mungkin benar dan sangat mungkin tidak. Hingga ada sebuah andekdot yang menyatakan : Jika ada sepasang kekasih sedang mendayung sampan di tengah danau. Kemudian sampan itu bocor dan hanya ada satu buah pelampung untuk menyelamatkan diri. Keduanya sama-sama tidak bisa berenang. Nah, pertanyaannya siapa yang akan mengambil pelampung tersebut ? Ternyata jawabannya bisa tiga ; Pertama, kalau cinta laki-laki itu sejati, maka ia akan memberikan pelampung itu pada kekasihnya. Kedua, jika cintanya palsu, maka ia akan berusaha merebut pelampung itu dan meyelamatkan dirinya sendiri. Dan yang unik adalah ketiga, jika laki-laki itu seorang yang romantis, maka ia akan membuang pelampung jauh-jauh lalu dan mengajak kekasihnya untuk tenggelam bersama-sama sambil berpelukan –atas nama romantis!!! Saya teringat sabda Rasulullah : Cintamu pada sesuatu, akan membuatmu buta dan tuli ( HR Abu Daud & Ahmad) Dan kita yakin bahwa kematian itu lebih dari sekedar buta dan tuli.
Jika kita mengikuti pandangan diatas, maka romantis bisa berarti : pacaran dan surat cinta, memberi bunga dan berdansa, menari di tempat indah, serta kasih tak sampai yang berujung kematian ? Saya jadi tambah ragu. Andai saja romantis adalah milik mereka yang melakukan ‘kelakuan-kelakuan’ diatas, itu berarti teman-teman saya para aktifis dakwah tidak punya harapan untuk menjadi romantis. Jauh sekali dari romantis. Mereka tidak pacaran, tidak bisa menari, dan untuk memberi bunga saja harus berpikir malu-malu seribu kali. Jadi kapan mereka bisa bisa romantis ?
Kembali sebuah pertanyaan berderak. Menghujam dalam benak. Sebenarnya, romantis itu apa dan milik siapa ?
bersambung Bagian Ketiga
Lain lagi bagi mereka penggemar film-film Bollywood India, bayangan romantis adalah menari dan menyanyi dengan pasangannya di tempat-tempat indah. Entah pinggir pantai, lembah atau sepanjang rel kereta api, Rasa-rasanya belum pernah terlihat Shakhrukh Khan dan Kajol menari di tempat yang kotor dan kumuh. Romantis benar-benar membutuhkan pemandangan alam yang indah ! Bagi mereka yang bergaya eropa abad pertengahan akan segera menjawab romantis itu seorang pria memberi setangkai bunga pada pasangannya, berdansa, lalu menggendongnya ke tempat tidur. Ibarat seorang pangeran impian yang menghamba pada seorang putri dari negri dongeng.
Belum selesai sampai di situ saja. Ada sisi lain dari romantis yang jarang diperhatikan banyak orang, yaitu ; tangisan, kesedihan, kasih tak sampai yang berujung kematian. Lihat saja kisah-kisah yang dikenal banyak orang bertahun-tahun : ada Romeo dan Juliet karangan Shakespare bagi orang Barat, Laila Majnun karangan Nizami bagi orang Persia dan Arab, atau juga Tenggelamnya Kapal Vanderwijk karya Hamka, pujangga bangsa kita sendiri. Banyak yang mengatakan ini adalah kisah-kisah romantis yang terbesar sepanjang sejarah. Kalau benar romantis, berarti yang mereka maksud dengan romantis adalah kasih tak sampai yang berujung kematian. Kita tahu Romeo sepakat untuk bunuh diri bersama Juliet. Sementara Qais menggila, mati bersimpuh di atas pusara Laila. Sementara Zaenuddin dan Hayati pun ikut-ikutan meninggal dan tak pernah menemukan muara cintanya. Lalu bisakah dikatakan, bahwa kesedihan sama dengan romantis ?
Mungkin benar dan sangat mungkin tidak. Hingga ada sebuah andekdot yang menyatakan : Jika ada sepasang kekasih sedang mendayung sampan di tengah danau. Kemudian sampan itu bocor dan hanya ada satu buah pelampung untuk menyelamatkan diri. Keduanya sama-sama tidak bisa berenang. Nah, pertanyaannya siapa yang akan mengambil pelampung tersebut ? Ternyata jawabannya bisa tiga ; Pertama, kalau cinta laki-laki itu sejati, maka ia akan memberikan pelampung itu pada kekasihnya. Kedua, jika cintanya palsu, maka ia akan berusaha merebut pelampung itu dan meyelamatkan dirinya sendiri. Dan yang unik adalah ketiga, jika laki-laki itu seorang yang romantis, maka ia akan membuang pelampung jauh-jauh lalu dan mengajak kekasihnya untuk tenggelam bersama-sama sambil berpelukan –atas nama romantis!!! Saya teringat sabda Rasulullah : Cintamu pada sesuatu, akan membuatmu buta dan tuli ( HR Abu Daud & Ahmad) Dan kita yakin bahwa kematian itu lebih dari sekedar buta dan tuli.
Jika kita mengikuti pandangan diatas, maka romantis bisa berarti : pacaran dan surat cinta, memberi bunga dan berdansa, menari di tempat indah, serta kasih tak sampai yang berujung kematian ? Saya jadi tambah ragu. Andai saja romantis adalah milik mereka yang melakukan ‘kelakuan-kelakuan’ diatas, itu berarti teman-teman saya para aktifis dakwah tidak punya harapan untuk menjadi romantis. Jauh sekali dari romantis. Mereka tidak pacaran, tidak bisa menari, dan untuk memberi bunga saja harus berpikir malu-malu seribu kali. Jadi kapan mereka bisa bisa romantis ?
Kembali sebuah pertanyaan berderak. Menghujam dalam benak. Sebenarnya, romantis itu apa dan milik siapa ?
bersambung Bagian Ketiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar