PERTANYAAN : Ustad, mau tanya-tanya lagi nich... Kakak saya mau pinjam uang ke saya sebesar 6 juta untuk tambahan modal dagang dia, karena biasanya pada bulan puasa dan lebaran orderan dia banyak. Dia usaha dibidang pembuatan gula batu. Untuk peminjaman itu dia minta 3 juta bulan ini, yang 3 juta lagi bulan depan.
Alhamdulillah saya ada rejeki ya saya kasih. Sesuai perjanjian dia akan mengembalikannya pada akhir agustus setelah lebaran. Tapi ustad, ada yang saya bingungkan, dia kemaren sms ke saya dia bilang akhir bulan ini akan memberi saya 250rb dan akhir bulan juli 250 rb. Dia bilang itu uang untuk THR anak saya. ( mungkin perhitungan laba dia ) padahal uang baru saya kasih, kok dia bisa ya menghitung labanya. Padahal saya meminjamkan uang itu tanpa pamrih apa2. Niat saya cuman membantu. Jadi gimana, apa pendapat ust..? Saya pinjamkan 6 juta kok jadi 6,5 jt?
Kakak saya bilang dari uang 6 juta itu kan di putar untuk tambah modal.. Trus katanya saya nanti diberi keuntungan dari hasil penjualannya itu... sebesar 500rb. Jd gimana itu ?
Jawaban
Kalau sejak awal akad yang disebutkan adalah pinjam saja, tanpa embel-embel apapun, maka itulah yang harus menjadi standar dan aturan pokoknya. Jadi tidak boleh ada tambahan apapun setelah itu dengan atas nama apapun, kecuali biaya administrasi yang wajar, sebagaimana lazimnya di perbankan dan koperasi. Mungkin jika yang diberikan 250 ribu tadi benar-benar THR, tentu bukan suatu masalah, apalagi disebutkan sebagai hadiah untuk anak ibu saat lebaran. Namun setelah ditelisik, ternyata hal tersebut adalah bagi hasil keuntungan dari bisnis yang ia jalankan dari uang yang ibu pinjamkan bukan ?
Dalam syariah, meminjam untuk modal dagang bisa dimasukkan dalam kategori akad mudhorobah, dan ini pernah dipraktekkan Rasulullah SAW saat menjalankan modal dagang dari ibunda Khodijah sebelum menikah. Dalam mudhorobah, ada pihak yang menjadi pemodal dan ada pihak yang mengelola bisnis sesuai dengan kesepakatan awal. Nah, dalam akad mudhorobah disebutkan di awal bahwa bagi hasil antara kedua belah pihak dengan prosentase yang jelas, misalnya 50%-50%, atau 60-40 atau 70-30 dan seterusnya. Artinya, bagi hasil keuntungan tidak boleh dan tidak bisa diasumsikan langsung dengan rupiah, misalnya 500 ribu perbulan, karena tiap bulan ada kemungkinan naik dan turun bukan ?
Saran saya, sesuai akad di awal maka hendaknya pinjaman tersebut diberlakukan sebagai hutang piutang biasa, ta’awun sesama saudara. Mungkin dalam kesempatan berikutnya, setelah saling memahami, bisa disepakati model akad mudhorobah –tentunya dengan syarat dan format yang baku- sehingga kedua belah pihak sama-sama puas dan nyaman. Saudara anda mendapatkan modal untuk berdagang, sementara Anda sebagai investor mempunyai passive income dari hasil bisnis tersebut. Silahkan belajar lebih luas seputar akad mudhorobah.
Semoga bermanfaat dan salam optimis !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar