Ada rasa haru yang sempat menyelimuti perasaan dosen Ma’had Abu Bakar As Shiddiq Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Muhammad Hatta Syamsuddin Lc, saat menjalani Ramadan di Taiwan. Rasa haru itu muncul ketika melihat semangat kaum muslim khususnya muslim Indonesia di sana belajar agama begitu kuat.
Hatta merupakan ustad asal Indonesia yang diundang mengisi program safari Ramadan di Taiwan atas undangan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Islamic Center Taiwan dan Forum Silaturahmi Muslim Taiwan. Ia berada di Taiwan sejak 19 Juli lalu dan baru tiba, Selasa (16/8/2011). Lantaran Taiwan bukan negara dengan penduduk muslim mayoritas, jelas tidak ada suasana yang berubah di Taiwan pada saat Ramadan. Warga di wilayah yang mendapat julukan The Four Little Dragons of Asia itu tetap menjalani hari-hari seperti biasa, pusat perdagangan dan industri serta toko-toko tetap buka selayaknya kota metropolis. Orang-orang pun bebas makan dan minum di tempat umum.
Bahkan, di musim panas dengan suhu mencapai suhu 37º celcius seperti yang terjadi di sana saat ini, perempuan Taiwan cenderung menggunakan pakaian lebih terbuka dan minim. Waktu berpuasa di Taiwan juga lebih lama sekitar 15 jam mulai pukul 04.00 hingga pukul 19.00. Di Taiwan, dari 22 juta penduduknya, hanya 0,3% atau sekitar 5.000 orang yang beragama Islam. Jumlah warga muslim di sana jauh lebih sedikit dibanding Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencapai 160.000 orang.
Tak heran, hanya ada enam masjid yang ada di sana khususnya di kota besar. “Di musim panas seperti ini, godaan orang yang berpuasa bertambah misalnya begitu keluar rumah langsung melihat perempuan berpakaian terbuka,” terang Hatta. Dia mengatakan meski suasana di sana tidak ada yang berubah namun suasana Ramadan sedikit hidup terutama di masjid-masjid. Kegiatan keislaman di Taiwan banyak diramaikan oleh orang Indonesia baik mahasiswa maupun TKI yang tergabung dalam beberapa organisasi Islam seperti Keluarga Muslim Indonesia Taiwan (KMIT).
Setiap masjid di sana, lanjutnya, ada kegiatan pengajian yang biasanya digelar oleh perkumpulan organisasi muslim Indonesia. “Mereka selama ini kesulitan mengikuti pengajian lalu berinisiatif menggelar pengajian dengan menghadirkan ustad-ustad dari Indonesia,” katanya. Demi menghidupkan Ramadan dan bisa berbuka puasa bersama serta menjalani Salat Tarawih berjemaah di masjid maupun Ruko yang dijadikan musala, banyak muslim Indonesia yang datang ke masjid meskipun harus menempuh perjalanan hingga tiga jam.
Selama di Taiwan, Hatta termasuk ustad yang aktif keliling mengisi pengajian kepada muslim Indonesia dari satu kota ke kota lain. Bahkan, ia juga menjadi imam kedua di masjid Longgang kota Chung Li. Imam masjid maupun pengelolaan masjid di Taiwan di atur oleh Asociation China Moeslem atau persatuan muslim China. Selain itu, ia juga mengunjungi penampungan imigran Indonesia yang mengalami kasus di sana memberikan penguatan keimanan kepada mereka.
Sabtu dan Minggu biasanya jemaah pengajian banyak. Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di sana juga setiap pekan menggelar buka puasa bersama dan pengajian.
“Tidak hanya muslim Indonesia dan Taiwan, ketika berbuka puasa (ifthar) banyak juga muslim Thailand, Pakistan, Arab Saudi dan Myanmar bergabung ke masjid khususnya di Grand Taipei Mosque sehingga persaudaraan seiman terasa semakin kuat. Tapi kalau kegiatan tadarus di sana jarang ditemui seperti di masjid-masjid di Indonesia,” katanya.
Semangat sebagian muslim Indonesia menegakkan agama Islam tidak hanya terjadi selama Ramadan, pada hari-hari biasa pun pengajian rutin digelar bahkan hingga mengadakan tablig akbar dengan mengundang dai kondang seperti Jefry Al Bukhori dan Yusuf Mansyur. Di kalangan mahasiswa, pengajian bahkan dilakukan melalui on air, sementara para TKI juga terbiasa mengikuti pengajian lewat radio atau conference call yang diakses ratusan orang pada jam-jam tertentu seperti bakda Subuh dan siang pukul 14.00.
“Muslim Indonesia di sana sangat antusias mengikuti pengajian, mereka biasa menanyakan tentang dipaksa makan babi oleh majikan, salat sembunyi-sembunyi seperti di WC karena dilarang majikan. Kesabaran dan kesungguhan mereka luar biasa, mereka juga semangat membayar zakat,” katanya.
Hatta menambahkan meski warga muslim Taiwan minoritas namun mereka juga mendapat perhatian pemerintah salah satunya memfasilitasi program haji gratis. Para jemaah yang berangkat haji bahkan dilepas oleh Presiden. “Program haji gratis setiap tahun ada dan dibiayai pemerintah, syaratnya harus warga Taiwan ditunjukkan dengan KTP,” imbuhnya.
Lutfiyah - Bambang Aris Sasongko
Sumber : http://www.solopos.com/2011/kabar-rantau/berpuasa-di-taiwan-banyak-godaan-112995
Hatta merupakan ustad asal Indonesia yang diundang mengisi program safari Ramadan di Taiwan atas undangan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Islamic Center Taiwan dan Forum Silaturahmi Muslim Taiwan. Ia berada di Taiwan sejak 19 Juli lalu dan baru tiba, Selasa (16/8/2011). Lantaran Taiwan bukan negara dengan penduduk muslim mayoritas, jelas tidak ada suasana yang berubah di Taiwan pada saat Ramadan. Warga di wilayah yang mendapat julukan The Four Little Dragons of Asia itu tetap menjalani hari-hari seperti biasa, pusat perdagangan dan industri serta toko-toko tetap buka selayaknya kota metropolis. Orang-orang pun bebas makan dan minum di tempat umum.
Bahkan, di musim panas dengan suhu mencapai suhu 37º celcius seperti yang terjadi di sana saat ini, perempuan Taiwan cenderung menggunakan pakaian lebih terbuka dan minim. Waktu berpuasa di Taiwan juga lebih lama sekitar 15 jam mulai pukul 04.00 hingga pukul 19.00. Di Taiwan, dari 22 juta penduduknya, hanya 0,3% atau sekitar 5.000 orang yang beragama Islam. Jumlah warga muslim di sana jauh lebih sedikit dibanding Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mencapai 160.000 orang.
Tak heran, hanya ada enam masjid yang ada di sana khususnya di kota besar. “Di musim panas seperti ini, godaan orang yang berpuasa bertambah misalnya begitu keluar rumah langsung melihat perempuan berpakaian terbuka,” terang Hatta. Dia mengatakan meski suasana di sana tidak ada yang berubah namun suasana Ramadan sedikit hidup terutama di masjid-masjid. Kegiatan keislaman di Taiwan banyak diramaikan oleh orang Indonesia baik mahasiswa maupun TKI yang tergabung dalam beberapa organisasi Islam seperti Keluarga Muslim Indonesia Taiwan (KMIT).
Setiap masjid di sana, lanjutnya, ada kegiatan pengajian yang biasanya digelar oleh perkumpulan organisasi muslim Indonesia. “Mereka selama ini kesulitan mengikuti pengajian lalu berinisiatif menggelar pengajian dengan menghadirkan ustad-ustad dari Indonesia,” katanya. Demi menghidupkan Ramadan dan bisa berbuka puasa bersama serta menjalani Salat Tarawih berjemaah di masjid maupun Ruko yang dijadikan musala, banyak muslim Indonesia yang datang ke masjid meskipun harus menempuh perjalanan hingga tiga jam.
Selama di Taiwan, Hatta termasuk ustad yang aktif keliling mengisi pengajian kepada muslim Indonesia dari satu kota ke kota lain. Bahkan, ia juga menjadi imam kedua di masjid Longgang kota Chung Li. Imam masjid maupun pengelolaan masjid di Taiwan di atur oleh Asociation China Moeslem atau persatuan muslim China. Selain itu, ia juga mengunjungi penampungan imigran Indonesia yang mengalami kasus di sana memberikan penguatan keimanan kepada mereka.
Sabtu dan Minggu biasanya jemaah pengajian banyak. Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di sana juga setiap pekan menggelar buka puasa bersama dan pengajian.
“Tidak hanya muslim Indonesia dan Taiwan, ketika berbuka puasa (ifthar) banyak juga muslim Thailand, Pakistan, Arab Saudi dan Myanmar bergabung ke masjid khususnya di Grand Taipei Mosque sehingga persaudaraan seiman terasa semakin kuat. Tapi kalau kegiatan tadarus di sana jarang ditemui seperti di masjid-masjid di Indonesia,” katanya.
Semangat sebagian muslim Indonesia menegakkan agama Islam tidak hanya terjadi selama Ramadan, pada hari-hari biasa pun pengajian rutin digelar bahkan hingga mengadakan tablig akbar dengan mengundang dai kondang seperti Jefry Al Bukhori dan Yusuf Mansyur. Di kalangan mahasiswa, pengajian bahkan dilakukan melalui on air, sementara para TKI juga terbiasa mengikuti pengajian lewat radio atau conference call yang diakses ratusan orang pada jam-jam tertentu seperti bakda Subuh dan siang pukul 14.00.
“Muslim Indonesia di sana sangat antusias mengikuti pengajian, mereka biasa menanyakan tentang dipaksa makan babi oleh majikan, salat sembunyi-sembunyi seperti di WC karena dilarang majikan. Kesabaran dan kesungguhan mereka luar biasa, mereka juga semangat membayar zakat,” katanya.
Hatta menambahkan meski warga muslim Taiwan minoritas namun mereka juga mendapat perhatian pemerintah salah satunya memfasilitasi program haji gratis. Para jemaah yang berangkat haji bahkan dilepas oleh Presiden. “Program haji gratis setiap tahun ada dan dibiayai pemerintah, syaratnya harus warga Taiwan ditunjukkan dengan KTP,” imbuhnya.
Lutfiyah - Bambang Aris Sasongko
Sumber : http://www.solopos.com/2011/kabar-rantau/berpuasa-di-taiwan-banyak-godaan-112995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar