“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imron 110)
Berdakwah adalah syarat identitas kebaikan bagi seorang muslim yang hakiki. Belumlah disebut orang baik mereka yang baik secara individu dalam arti sholeh dan rajin beribadah, namun orang baik adalah mereka yang juga berupaya untuk memperbaiki orang-orang di sekitarnya, inilah dakwah. Mereka yang berdakwah pada dasarnya membuka peluang-peluang sebanyak-banyak untuk masuknya hidayah Allah kepada yang lainnya. Rasulullah SAW memotivasi kita dalam sabdanya kepada sahabat Ali ra : “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (da’wah)mu maka itu lebih bagimu dari dunia seisinya.” (HR. Bukhari).
Salah satu hal yang sering mengemuka adalah tidak mau berdakwah karena tidak percaya diri, merasa tingkah laku masih belum seratus proses baik. Takut banyak yang mencibir atau menganggapnya dakwahnya sambil lalu. Hal ini diperkuat dengan bayangan kemurkaan Allah SWT dalam ayat-Nya yang mulia : “ Wahai orang-orang beriman, mengapa engkau mengatakan apa-apa yang tidak engkau lakukan ? Sungguh besar kemurkaan Allah karena engkau mengatakan apa-apa yang tidak engkau lakukan “ (QS As-Shof 2 )
Ayat di atas memang dapat menjadi kontrol yang kuat dalam diri kita, agar senantiasa konsisten antara ucapan dan perbuatan. Hanya saja nampaknya banyak yang memahami bahwa ayat di atas ditujukan kepada para pendakwah yang banyak mengajak kepada perbuatan-perbuatan sholih namun ia sendiri tidak sepenuhnya bisa menjalankan. Padahal sejatinya - jika kita lihat dalam kitab-kitab tafsir- ayat tersebut adalah sindiran kepada mereka yang tidak menepati janji, dalam hal ini adalah kaum munafikin dan orang-orang yang berhati lemah. Sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abbas tentang ayat ini, bahwasanya sebelum diwajibkannya jihad, beberapa kaum muslimin menanti-nanti penuh harap dengan mengatakan akan segera melakukan saat jelas diwajibkan. Namun ternyata setelah benar-benar menjadi sebuah kewajiban, mereka berubah menjadi ragu dan ketakutan. (Lihat QS Muhammad 20)
Maka menjadi jelas bagi kita bahwasanya ayat di atas tidak bermaksud untuk menakut-nakuti para dai dalam berdakwah, melainkan sebuah peringatan keras bagi mereka yang senang berjanji namun tidak komitmen menjalankannya. Adapun dakwah memiliki keutamaan dan adab-adabnya tersendiri. Apalagi jika kita persempit dalam konteks ceramah, maka ia adalah proses menyampaikan kebenaran agar bisa ditiru dan sama-sama dijalani, atau mengingatkan keburukan-keburukan agar sama-sama dijauhi. Dalam hal ini tidak ada orang yang sempurna. Jika disyaratkan sepenuhnya dalam berdakwah seorang harus berlaku menjadi ahli takwa yang tanpa dosa terlebih dahulu, maka takkan ada yang boleh berdakwah karena tidak ada manusia yang maksum (terhindar dari dosa) kecuali Rasulullah SAW, sementara beliau sendiri justru bersabda : “ sampaikanlah (ilmu) dariku meski hanya satu ayat (saja) “ (HR Bukhori)
Dalam konteks ini, berdakwah adalah berbagi nasehat kebaikan dan pengingatan, yang semua orang mempunyai kewajiban yang sama. Bukankah “ tawashou bil haq wa tawashou bis shobr” sudah lama menjadi syiar kaum muslimin satu sama lainnya . Tidak ada manusia yang sempurna, karenanya harus senantiasa ada proses saling mengingatkan dan nasehat-menasehati. Wallahu a’lam bisshowab
*Artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah Suara Merdeka Suara Solo, Jumat 2 November 2012
Berdakwah adalah syarat identitas kebaikan bagi seorang muslim yang hakiki. Belumlah disebut orang baik mereka yang baik secara individu dalam arti sholeh dan rajin beribadah, namun orang baik adalah mereka yang juga berupaya untuk memperbaiki orang-orang di sekitarnya, inilah dakwah. Mereka yang berdakwah pada dasarnya membuka peluang-peluang sebanyak-banyak untuk masuknya hidayah Allah kepada yang lainnya. Rasulullah SAW memotivasi kita dalam sabdanya kepada sahabat Ali ra : “Demi Allah, sesungguhnya Allah swt menunjuki seseorang dengan (da’wah)mu maka itu lebih bagimu dari dunia seisinya.” (HR. Bukhari).
Salah satu hal yang sering mengemuka adalah tidak mau berdakwah karena tidak percaya diri, merasa tingkah laku masih belum seratus proses baik. Takut banyak yang mencibir atau menganggapnya dakwahnya sambil lalu. Hal ini diperkuat dengan bayangan kemurkaan Allah SWT dalam ayat-Nya yang mulia : “ Wahai orang-orang beriman, mengapa engkau mengatakan apa-apa yang tidak engkau lakukan ? Sungguh besar kemurkaan Allah karena engkau mengatakan apa-apa yang tidak engkau lakukan “ (QS As-Shof 2 )
Ayat di atas memang dapat menjadi kontrol yang kuat dalam diri kita, agar senantiasa konsisten antara ucapan dan perbuatan. Hanya saja nampaknya banyak yang memahami bahwa ayat di atas ditujukan kepada para pendakwah yang banyak mengajak kepada perbuatan-perbuatan sholih namun ia sendiri tidak sepenuhnya bisa menjalankan. Padahal sejatinya - jika kita lihat dalam kitab-kitab tafsir- ayat tersebut adalah sindiran kepada mereka yang tidak menepati janji, dalam hal ini adalah kaum munafikin dan orang-orang yang berhati lemah. Sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abbas tentang ayat ini, bahwasanya sebelum diwajibkannya jihad, beberapa kaum muslimin menanti-nanti penuh harap dengan mengatakan akan segera melakukan saat jelas diwajibkan. Namun ternyata setelah benar-benar menjadi sebuah kewajiban, mereka berubah menjadi ragu dan ketakutan. (Lihat QS Muhammad 20)
Maka menjadi jelas bagi kita bahwasanya ayat di atas tidak bermaksud untuk menakut-nakuti para dai dalam berdakwah, melainkan sebuah peringatan keras bagi mereka yang senang berjanji namun tidak komitmen menjalankannya. Adapun dakwah memiliki keutamaan dan adab-adabnya tersendiri. Apalagi jika kita persempit dalam konteks ceramah, maka ia adalah proses menyampaikan kebenaran agar bisa ditiru dan sama-sama dijalani, atau mengingatkan keburukan-keburukan agar sama-sama dijauhi. Dalam hal ini tidak ada orang yang sempurna. Jika disyaratkan sepenuhnya dalam berdakwah seorang harus berlaku menjadi ahli takwa yang tanpa dosa terlebih dahulu, maka takkan ada yang boleh berdakwah karena tidak ada manusia yang maksum (terhindar dari dosa) kecuali Rasulullah SAW, sementara beliau sendiri justru bersabda : “ sampaikanlah (ilmu) dariku meski hanya satu ayat (saja) “ (HR Bukhori)
Dalam konteks ini, berdakwah adalah berbagi nasehat kebaikan dan pengingatan, yang semua orang mempunyai kewajiban yang sama. Bukankah “ tawashou bil haq wa tawashou bis shobr” sudah lama menjadi syiar kaum muslimin satu sama lainnya . Tidak ada manusia yang sempurna, karenanya harus senantiasa ada proses saling mengingatkan dan nasehat-menasehati. Wallahu a’lam bisshowab
*Artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah Suara Merdeka Suara Solo, Jumat 2 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar