Awal tahun selalu dipenuhi dengan resolusi dan target diri. Batas keduanya dengan obsesi, cita-cita, impian dan angan-angan sangatlah tipis, bergantung dengan cara pandang kita sekaligus kesiapan kita mewujudkannya dengan langkah nyata. Kita akan mengawali dengan sebuah obsesi, cita-cita dan harapan. Setiap muslim yang menjadikan doa adalah menu sehari-hari pada dasarnya adalah orang-orang yang obsesif, berharap, dengan mengandalkan pengharapan sepenuhnya kepada Allah SWT. Lihat saja doa yang didiktekan oleh Al-Quran, kita disiapkan untuk menjadi jadi pemimpin : “Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami, dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqan: 74). Karena itulah, sejatinya kepemimpinan dan manajerial semestinya menjadi materi sehari-hari seorang muslim berdasarkan inspirasi ayat di atas.
Kita kembali ke angan-angan, cita-cita dan harapan. Larangan berangan-angan diabadikan dalam Al-Quran dengan begitu jelas, jika dikaitkan dengan rasa benci, iri dan hasad yang tumbuh bagai duri dalam hati. Allah SWT berfirman : "Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya." (Q.S. An-Nisa 32). Larangan ini berlaku jika kita iri dengan seseorang, misalnya karena kepandaiannya, kekayaannya, atau karena fisiknya, lalu berharap dan berangan andaikata kita mendapatkannya dan kenikmatan itu hilang pada diri seseorang tersebut. Angan-angan keji seperti ini tidak lebih dari aplikasi hasad dan iri hati yang jelas seorang muslim dilarang membersitkannya sedikitpun dalam benak dan dada.
Namun tidak semua iri dan hasad terlarang, ada perkecualian yang bisa mengilhami diri kita. Jika iri yang dimaksud adalah keinginan untuk meniru hal yang positif dari seseorang, utamanya terkait masalah kedermawanan dan kesigapannya menyebar ilmu, maka itu termasuk iri yang direkomendasikan lagi mulia. Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya (HR Bukhori dan Muslim)
Karenanya, berdasarkan inspirasi riwayat di atas, sangat memungkinkan jika kita menuliskan target dan resolusi kita dengan berbasis iri pada seseorang, dalam artian ingin meniru kebaikan yang sama, bahkan mengembangkannya. Dalam dunia motivasi bisnis kita mengenal istilah “ ATM “ yang berarti Amati Tiru dan Modifikasi. Begitu pula dalam kebaikan dan pencapaian prestasi seseorang, meniru bukanlah hal yang tercela, namun justru mulia karena akan semakin banyak tersebar kemanfaatannya. Sebaliknya, bagi mereka yang menginspirasi seseorang – apalagi dengan sengaja- untuk melakukan suatu kebaikan dan terus awet dijalankan oleh yang lainnya, maka malaikat akan terus mencatatnya sebagai pahala kebaikan, semacam royalti pahala atau passif income untuk kepentingan akhirat kita. Jelas sudah sabda Rasulullah SAW dalam hal ini : “Barang siapa yang memulai kebaikan dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan dibelakangnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR Muslim)
Nah, bagi yang tengah sibuk menyusun resolusi, tak ada salahnya untuk melihat kanan kiri sebagai target percontohan, tentu saja harus diikuti dengan niatan yang baik, serta kesungguhan untuk belajar apa-apa saja yang telah mereka jalankan. Jamil Azzaini menyebut mereka ini sebagai guru kehidupan. Cari saja setidaknya yang berbasis dua hal utama : orang kaya yang dermawan, serta mereka yang selalu aktif menyebarkan ilmu dan motivasi. Semoga Allah SWT memudahkan.
Bersambung bagian kedua
Kita kembali ke angan-angan, cita-cita dan harapan. Larangan berangan-angan diabadikan dalam Al-Quran dengan begitu jelas, jika dikaitkan dengan rasa benci, iri dan hasad yang tumbuh bagai duri dalam hati. Allah SWT berfirman : "Dan janganlah kamu mengangan-angankan karunia yang dilebihkan Allah kepada sebagian kamu dari sebagian lainnya." (Q.S. An-Nisa 32). Larangan ini berlaku jika kita iri dengan seseorang, misalnya karena kepandaiannya, kekayaannya, atau karena fisiknya, lalu berharap dan berangan andaikata kita mendapatkannya dan kenikmatan itu hilang pada diri seseorang tersebut. Angan-angan keji seperti ini tidak lebih dari aplikasi hasad dan iri hati yang jelas seorang muslim dilarang membersitkannya sedikitpun dalam benak dan dada.
Namun tidak semua iri dan hasad terlarang, ada perkecualian yang bisa mengilhami diri kita. Jika iri yang dimaksud adalah keinginan untuk meniru hal yang positif dari seseorang, utamanya terkait masalah kedermawanan dan kesigapannya menyebar ilmu, maka itu termasuk iri yang direkomendasikan lagi mulia. Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya (HR Bukhori dan Muslim)
Karenanya, berdasarkan inspirasi riwayat di atas, sangat memungkinkan jika kita menuliskan target dan resolusi kita dengan berbasis iri pada seseorang, dalam artian ingin meniru kebaikan yang sama, bahkan mengembangkannya. Dalam dunia motivasi bisnis kita mengenal istilah “ ATM “ yang berarti Amati Tiru dan Modifikasi. Begitu pula dalam kebaikan dan pencapaian prestasi seseorang, meniru bukanlah hal yang tercela, namun justru mulia karena akan semakin banyak tersebar kemanfaatannya. Sebaliknya, bagi mereka yang menginspirasi seseorang – apalagi dengan sengaja- untuk melakukan suatu kebaikan dan terus awet dijalankan oleh yang lainnya, maka malaikat akan terus mencatatnya sebagai pahala kebaikan, semacam royalti pahala atau passif income untuk kepentingan akhirat kita. Jelas sudah sabda Rasulullah SAW dalam hal ini : “Barang siapa yang memulai kebaikan dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan dibelakangnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR Muslim)
Nah, bagi yang tengah sibuk menyusun resolusi, tak ada salahnya untuk melihat kanan kiri sebagai target percontohan, tentu saja harus diikuti dengan niatan yang baik, serta kesungguhan untuk belajar apa-apa saja yang telah mereka jalankan. Jamil Azzaini menyebut mereka ini sebagai guru kehidupan. Cari saja setidaknya yang berbasis dua hal utama : orang kaya yang dermawan, serta mereka yang selalu aktif menyebarkan ilmu dan motivasi. Semoga Allah SWT memudahkan.
Bersambung bagian kedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar