Dalam bagian pertama atau postingan sebelum ini kita telah belajar bagaimana sebuah resolusi, harapan atau cita-cita semestinya berbasis kemanfaatan bagi orang lain, dan masyarakat banyak. Contoh iri yang diperbolehkan menegaskan hal ini, yaitu hanya kepada mereka pada orang kaya yang dermawan, dan orang berilmu yang gemar berbagi inspirasi lagi motivasi. Selain berbasis kemanfaatan, lantas apa lagi yang perlu kita perhatikan dalam menyusun resolusi. Untuk lebih konkritnya mari kita cermati terlebih dahulu ‘resolusi’ dari dua Umar yang profilnya senantiasa menghiasi tinta sejarah kejayaan umat Islam.
Resolusi Umar bin Khottob ra
Sebagaimana Rasulullah SAW, Umar bin Khattab setelah menjadi amirul mukminin juga gemar bercengkarama dan berkumpul dengan para sahabatnya. Kita masih ingat bagaimana salah satu hal yang menjadikan Umar bin Khottob betah hidup di dunia, ia bercerita sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ahmad : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ". Nah, jelas bukan bagaimana Umar bin Khottob sangat menyukai berkumpul bersama para sahabat untuk berbagi nasehat kebaikan.
Dalam sebuah kesempatan berkumpul -sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Shahih Mustadroknya-, Umar menantang para sahabat untuk menyebutkan cita-cita dan angan-angan mereka, semacam resolusi dengan istilah anak muda saat ini. Umar berkata : “ Berobsesilah kalian (dan sebutkan) “.
Ada sahabat yang segera menjawab dengan penuh keyakinan : “ Aku berangan seandainyaseluruh rumah ini dipenuhi emas, lalu akan aku infakkan di jalan Allah dan aku sedekahkan”. Nampaknya Umar bin Khottob masih belum puas dengan jawaban tersebut. Ia melanjutkan tantangannya : “berobsesilah kalian (dan sebutkan) “ . Nampaknya ia ingin mendengar jawaban lainnya. Seorang sahabat menjawab lagi, namun sebenarnya tak jauh berbeda, ia mengatakan: “ Aku menginginkan sekiranya rumahn ini penuh dengan batu berlian dan permata. Lalu aku infakkan fi sabilillah dan aku sedekahkan.
Mendengar jawaban yang hampir sama tersebut, untuk ketiga kalinya Umar mengatakan : “ berobsesilah kalian !” . Karena sudah beberapa kali jawaban belum mengena di hati sang pemimpin, akhirnya mereka menyerah seraya mengatakan : “ kami tak tahu wahai amirul mukminin”. Maka akhirnya Umar bin Khottob pun menyebutkan cita dan angannya : “ Aku menginginkan seandainya rumah ini dipenuhi oleh tokoh-tokoh sekaliber Abu Ubaidah ibn jarroh, Muadz bin Jabal, Salim maula abi khudzaifah, dan Khudaifah Al Yaman.”
Banyak hal yang bisa kita ambil dari parade resolusi yang tersirat dalam kisah di atas. Pertama : Bagaimana seorang pemimpin sekaliber Umar bin Khottob pun mempunyai perhatian penuh dalam mengelola motivasi para sahabat yang dipimpinnya. Salah satu cara mengelola motivasi adalah dengan mempunyai keyakinan akan sebuah cita-cita. Ibarat pepatah yang sudah sama kita kenal “ mereka yang tak punya cita-cita bagaikan mayat yang berjalan”. Kita pun demikian seharusnya, menjadikan resolusi salah satu yang menggerakkan diri untuk melangkah lebih nyata.
Kedua, Umar bin Khottob mengenalkan kita akan sebuah prioritas dalam resolusi dan bercita-cita. Harta melimpah adalah sebuah hal yang diinginkan, menginfakkan fi sabilillah tentulah sebuah kemuliaan yang begitu utama. Namun bagi Umar bin Khottob ia memprioritaskan pada pembentukan generasi yang handal nan tangguh, yang saat kaya maupun miskin tetap menebarkan manfaat di tengah umat, sekaligus menegakkan syiar dan nilai-nilai Islam. Islam sama sekali tidak ingin mengkotak-kotakkan antara harta dan ilmu, keduanya menjadi sarana beroleh kemuliaan, bahkan dalam riwayat disebutkan “ sebaik-baik harta adalah pada tangan mereka yang sholeh”. Namun jika harus dipilih antara keduanya, atau memilih prioritas antara harta dan ilmu, maka pilihan utama jelas ada pada ilmu. Dengan ilmu itulah seseorang mampu mendapatkan harta, sekaligus mengelolanya dengan cara yang bijak nan tepat, yang akan menyelamatkannya dunia akhirat.
Ketiga, Umar bin Khottob memberikan isyarat tentang kelebihan dan kemuliaan seorang sahabat by name. Seolah ingin menunjukkan kepada mereka yang ada dihadapannya, tirulah dan jadilah sosok-sosok sebagaimana Abu Ubaidah ibnul Jarroh, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Hudzaifah dan Hudzaifah ibnul Yaman. Pelajaran bagi kita dalam menuangkan resolusi, -sebagaimana telah kami sampaikan dalam postingan sebelum ini – yaitu mungkin saja bagi kita untuk mempertajam resolusi, dengan menyebutkan sosok-sosok yang menginspirasi kita dan layak untuk kita kejar dan ikuti pencapaiannya. Sebut saja dalam 2013 ini misalnya, saya ingin seperti Jamil Azzaini dalam konsistensi update postingan blog 5 kali sepekan selama hari kerja Senin sd Jumat . Dan tentu masih banyak lagi contoh dan profil sosok yang layak disebutkan namanya dalam resolusi Anda, untuk mempertajam gambaran dan menambah motivasi.
Bagian ketiga, insya Allah akan terus berlanjut
Resolusi Umar bin Khottob ra
Sebagaimana Rasulullah SAW, Umar bin Khattab setelah menjadi amirul mukminin juga gemar bercengkarama dan berkumpul dengan para sahabatnya. Kita masih ingat bagaimana salah satu hal yang menjadikan Umar bin Khottob betah hidup di dunia, ia bercerita sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ahmad : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ". Nah, jelas bukan bagaimana Umar bin Khottob sangat menyukai berkumpul bersama para sahabat untuk berbagi nasehat kebaikan.
Dalam sebuah kesempatan berkumpul -sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Shahih Mustadroknya-, Umar menantang para sahabat untuk menyebutkan cita-cita dan angan-angan mereka, semacam resolusi dengan istilah anak muda saat ini. Umar berkata : “ Berobsesilah kalian (dan sebutkan) “.
Ada sahabat yang segera menjawab dengan penuh keyakinan : “ Aku berangan seandainyaseluruh rumah ini dipenuhi emas, lalu akan aku infakkan di jalan Allah dan aku sedekahkan”. Nampaknya Umar bin Khottob masih belum puas dengan jawaban tersebut. Ia melanjutkan tantangannya : “berobsesilah kalian (dan sebutkan) “ . Nampaknya ia ingin mendengar jawaban lainnya. Seorang sahabat menjawab lagi, namun sebenarnya tak jauh berbeda, ia mengatakan: “ Aku menginginkan sekiranya rumahn ini penuh dengan batu berlian dan permata. Lalu aku infakkan fi sabilillah dan aku sedekahkan.
Mendengar jawaban yang hampir sama tersebut, untuk ketiga kalinya Umar mengatakan : “ berobsesilah kalian !” . Karena sudah beberapa kali jawaban belum mengena di hati sang pemimpin, akhirnya mereka menyerah seraya mengatakan : “ kami tak tahu wahai amirul mukminin”. Maka akhirnya Umar bin Khottob pun menyebutkan cita dan angannya : “ Aku menginginkan seandainya rumah ini dipenuhi oleh tokoh-tokoh sekaliber Abu Ubaidah ibn jarroh, Muadz bin Jabal, Salim maula abi khudzaifah, dan Khudaifah Al Yaman.”
Banyak hal yang bisa kita ambil dari parade resolusi yang tersirat dalam kisah di atas. Pertama : Bagaimana seorang pemimpin sekaliber Umar bin Khottob pun mempunyai perhatian penuh dalam mengelola motivasi para sahabat yang dipimpinnya. Salah satu cara mengelola motivasi adalah dengan mempunyai keyakinan akan sebuah cita-cita. Ibarat pepatah yang sudah sama kita kenal “ mereka yang tak punya cita-cita bagaikan mayat yang berjalan”. Kita pun demikian seharusnya, menjadikan resolusi salah satu yang menggerakkan diri untuk melangkah lebih nyata.
Kedua, Umar bin Khottob mengenalkan kita akan sebuah prioritas dalam resolusi dan bercita-cita. Harta melimpah adalah sebuah hal yang diinginkan, menginfakkan fi sabilillah tentulah sebuah kemuliaan yang begitu utama. Namun bagi Umar bin Khottob ia memprioritaskan pada pembentukan generasi yang handal nan tangguh, yang saat kaya maupun miskin tetap menebarkan manfaat di tengah umat, sekaligus menegakkan syiar dan nilai-nilai Islam. Islam sama sekali tidak ingin mengkotak-kotakkan antara harta dan ilmu, keduanya menjadi sarana beroleh kemuliaan, bahkan dalam riwayat disebutkan “ sebaik-baik harta adalah pada tangan mereka yang sholeh”. Namun jika harus dipilih antara keduanya, atau memilih prioritas antara harta dan ilmu, maka pilihan utama jelas ada pada ilmu. Dengan ilmu itulah seseorang mampu mendapatkan harta, sekaligus mengelolanya dengan cara yang bijak nan tepat, yang akan menyelamatkannya dunia akhirat.
Ketiga, Umar bin Khottob memberikan isyarat tentang kelebihan dan kemuliaan seorang sahabat by name. Seolah ingin menunjukkan kepada mereka yang ada dihadapannya, tirulah dan jadilah sosok-sosok sebagaimana Abu Ubaidah ibnul Jarroh, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Hudzaifah dan Hudzaifah ibnul Yaman. Pelajaran bagi kita dalam menuangkan resolusi, -sebagaimana telah kami sampaikan dalam postingan sebelum ini – yaitu mungkin saja bagi kita untuk mempertajam resolusi, dengan menyebutkan sosok-sosok yang menginspirasi kita dan layak untuk kita kejar dan ikuti pencapaiannya. Sebut saja dalam 2013 ini misalnya, saya ingin seperti Jamil Azzaini dalam konsistensi update postingan blog 5 kali sepekan selama hari kerja Senin sd Jumat . Dan tentu masih banyak lagi contoh dan profil sosok yang layak disebutkan namanya dalam resolusi Anda, untuk mempertajam gambaran dan menambah motivasi.
Bagian ketiga, insya Allah akan terus berlanjut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar