Sebuah kisah menggugah di abadikan dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala ( Kisah para Tokoh Brilian) tentang kedermawanan Utsman bin Affan. Pada waktu itu rombongan kaum Muhajirin baru pada masa awal-awal hijrah mendiami Madinah. Kebutuhan air di kota tersebut pun meningkat pesat. Keterbatasan jumlah sumur sumber mata air menyebabkan air menjadi barang yang sangat mahal dan sulit dicari. Bahkan ada sebuah sumur milik seorang laki-laki dari Bani Ghifar, yang secara khusus menjual satu qirbah (kantong dari kulit) air dengan satu mud makanan atau setara dengan dua setengah liter. Orang-orang berdesakan mengantri untuk membeli air dari sumur tersebut, dengan makanan di tangan yang tak seberapa dan wajah diliputi kecemasan.
Melihat hal ini Rasulullah SAW merasakan keprihatian yang mendalam. Beliau mendekati sang pemilik Sumur dan menawarkan jual beli terbaik yang diimpikan hampir setiap mereka yang beriman . Beliau menawarkan : “ Maukah Anda menjual sumur itu kepadaku dengan ganti sebuah mata air di surga ? “. Laki-laki tadi tampak bingung untuk menerima atau menolak tawaran Rasulullah SAW. Mata air di surga tentulah dirindukan, namun ia sendiri melihat kondisi keluarganya yang kekurangan. Penghasilan dari sumur itu satu-satunya sementara ini yang bisa ia andalkan. Maka ia pun menyampaikan kepada Rasulullah SAW : “ ya Rasulullah, aku dan keluargaku tidak memiliki aset produktif lagi selain sumur itu ... “. Rasulullah SAW pun tak bisa berbuat banyak. Tawaran mata air di surga nampaknya saat itu bukan solusi efektif bagi mereka yang sedak kekurangan. Beliau berlalu dengan masih menyimpan kegelisahan.
Nampaknya tawaran Rasulullah SAW pada pemilik sumur itu di dengar oleh Utsman bin Affan, entrepreneur muda kaya raya nan mulia. Ia melihat peluang kebaikan terbentang di hadapan, dan segera menyambutnya dengan cepat. Di datangi laki-laki pemilik sumur dari bani Ghifar itu, lalu tanpa ragu Utsman menawarkan untuk membeli sumur itu dengan harga kontan sebesar 35.000 dirham. Jumlah yang setara pada hari ini mencapai 2,5 Milyar. Bapak tadi menyetujui harga tersebut, nampaknya ia mendapatkan modal yang cukup untuk memulai usaha lain demi keperluan keluarganya.
Nah, apa yang dilakukan sahabat mulia Ustman bin Affan ?. Hak kepemilikan sumur itu kini ada di tangannya. Tapi ia tak langsung mengumumkan kepada khalayak ramai baik untuk mewakafkan ataupun menjual airnya dengan ganti satu mud makanan sebagaimana pemiliknya terdahulu. Utsman bin Affan segera menemui Rasulullah untuk sebuah kepentingan bisnis juga, kali ini bisnis investasi akhirat dengan keuntungan berlipat-lipat.
Dihadapan Rasulullah SAW, dengan malu-malu sebagaimana ia dikenal, Utsman bin Affan bertanya memastikan diri, “ Ya Rasulullah, apakah tawaranmu kepada pemilik sumur tadi juga berlaku ? “. Nampaknya Utsman sedikit khawatir apakah tawaran ganti sumur tadi dengan mata air di surga itu berlaku juga untuknya atau hanya pada sang pemilik awal dari bani Ghifar. Mendengar hal ini Rasulullah SAW langsung mengiyakan : “ Betul ! “. Tawaran mulia itu masih berlaku, Ustman bin Affan bahagia bukan kepalang, karena sebuah mata air di surga kini ada dalam genggaman dengan jaminan dari Rasulullah SAW. Maka ia pun bersegera menyatakan : “ Sumur itu kini aku jadikan untuk kepentingan kaum muslimin “. Beliau sukses mewakafkan sumur yang berlimpah air itu, menjualnya dengan mata air di surga.
Sahabat Indonesia yang optimis, tentu banyak pelajaran dan inspirasi yang bisa kita ambil. Salah satunya adalah kedermawanan dan kecerdasan Utsman bin Affan yang mulia. Ia pandai menangkap peluang kebaikan dan bersegera untuk mewujudkannya. Pelajaran lain yang tak kalah berharga adalah bagaimana Rasulullah SAW sang pemimpin mulia memahami kondisi rakyatnya. Ia gelisah dengan kekurangan air yang melanda, namun beliau juga memahami kondisi keuangan sang pemilik sumur yang tak punya penghasilan lain selain menjual air dari sumurnya. Sangat manusiawi bagi mereka yang kekurangan, janji manis akhirat terkadang tak bisa menyentuh hati sedikitpun, karena kebutuhan di hadapan mata yang sudah sangat mendesak. Karenanya bagi para da’i, semestinya juga memahami, bukan saja memberi iming-iming surga, namun juga bergerak solutif menyelesaikan masalah di tengah masyarakat. Peran Rasulullah SAW sangat luar biasa dalam hal ini, beliau tidak memiliki harta untuk membeli sumur tersebut, tetapi beliau memberikan inspirasi dan motivasi bagi sahabat yang berharta untuk melakukannya. Menjadi konektor kebaikan, demikian istilah yang saat ini mulai ramai terdengar.
Anda dan saya mungkin tak berlebih harta atau tak banyak bisa membantu keprihatinan disekitar kita, namun kita menjadi fasilitator bagi yang lainnya, para dermawan, untuk menyalurkan infak dan sedekah pada mereka yang membutuhkan ...
Bagi Anda yang ingin menyumbang dan mendukung pesantren anak yatim, atau menunaikan zakat, insya Allah saya siap menjadi konektor kebaikan bagi Anda. kontak saya di 081329078646 atau bisa langsung menghubungi :
Donasi Yatim via Pesanteran Aitam Indonesia , hotline : 0271-5881199
Pembayaran Zakat via Lembaga Amil Zakat al-Ihsan Jawa Tengah , hotline : 0271-5886660
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Melihat hal ini Rasulullah SAW merasakan keprihatian yang mendalam. Beliau mendekati sang pemilik Sumur dan menawarkan jual beli terbaik yang diimpikan hampir setiap mereka yang beriman . Beliau menawarkan : “ Maukah Anda menjual sumur itu kepadaku dengan ganti sebuah mata air di surga ? “. Laki-laki tadi tampak bingung untuk menerima atau menolak tawaran Rasulullah SAW. Mata air di surga tentulah dirindukan, namun ia sendiri melihat kondisi keluarganya yang kekurangan. Penghasilan dari sumur itu satu-satunya sementara ini yang bisa ia andalkan. Maka ia pun menyampaikan kepada Rasulullah SAW : “ ya Rasulullah, aku dan keluargaku tidak memiliki aset produktif lagi selain sumur itu ... “. Rasulullah SAW pun tak bisa berbuat banyak. Tawaran mata air di surga nampaknya saat itu bukan solusi efektif bagi mereka yang sedak kekurangan. Beliau berlalu dengan masih menyimpan kegelisahan.
Nampaknya tawaran Rasulullah SAW pada pemilik sumur itu di dengar oleh Utsman bin Affan, entrepreneur muda kaya raya nan mulia. Ia melihat peluang kebaikan terbentang di hadapan, dan segera menyambutnya dengan cepat. Di datangi laki-laki pemilik sumur dari bani Ghifar itu, lalu tanpa ragu Utsman menawarkan untuk membeli sumur itu dengan harga kontan sebesar 35.000 dirham. Jumlah yang setara pada hari ini mencapai 2,5 Milyar. Bapak tadi menyetujui harga tersebut, nampaknya ia mendapatkan modal yang cukup untuk memulai usaha lain demi keperluan keluarganya.
Nah, apa yang dilakukan sahabat mulia Ustman bin Affan ?. Hak kepemilikan sumur itu kini ada di tangannya. Tapi ia tak langsung mengumumkan kepada khalayak ramai baik untuk mewakafkan ataupun menjual airnya dengan ganti satu mud makanan sebagaimana pemiliknya terdahulu. Utsman bin Affan segera menemui Rasulullah untuk sebuah kepentingan bisnis juga, kali ini bisnis investasi akhirat dengan keuntungan berlipat-lipat.
Dihadapan Rasulullah SAW, dengan malu-malu sebagaimana ia dikenal, Utsman bin Affan bertanya memastikan diri, “ Ya Rasulullah, apakah tawaranmu kepada pemilik sumur tadi juga berlaku ? “. Nampaknya Utsman sedikit khawatir apakah tawaran ganti sumur tadi dengan mata air di surga itu berlaku juga untuknya atau hanya pada sang pemilik awal dari bani Ghifar. Mendengar hal ini Rasulullah SAW langsung mengiyakan : “ Betul ! “. Tawaran mulia itu masih berlaku, Ustman bin Affan bahagia bukan kepalang, karena sebuah mata air di surga kini ada dalam genggaman dengan jaminan dari Rasulullah SAW. Maka ia pun bersegera menyatakan : “ Sumur itu kini aku jadikan untuk kepentingan kaum muslimin “. Beliau sukses mewakafkan sumur yang berlimpah air itu, menjualnya dengan mata air di surga.
Sahabat Indonesia yang optimis, tentu banyak pelajaran dan inspirasi yang bisa kita ambil. Salah satunya adalah kedermawanan dan kecerdasan Utsman bin Affan yang mulia. Ia pandai menangkap peluang kebaikan dan bersegera untuk mewujudkannya. Pelajaran lain yang tak kalah berharga adalah bagaimana Rasulullah SAW sang pemimpin mulia memahami kondisi rakyatnya. Ia gelisah dengan kekurangan air yang melanda, namun beliau juga memahami kondisi keuangan sang pemilik sumur yang tak punya penghasilan lain selain menjual air dari sumurnya. Sangat manusiawi bagi mereka yang kekurangan, janji manis akhirat terkadang tak bisa menyentuh hati sedikitpun, karena kebutuhan di hadapan mata yang sudah sangat mendesak. Karenanya bagi para da’i, semestinya juga memahami, bukan saja memberi iming-iming surga, namun juga bergerak solutif menyelesaikan masalah di tengah masyarakat. Peran Rasulullah SAW sangat luar biasa dalam hal ini, beliau tidak memiliki harta untuk membeli sumur tersebut, tetapi beliau memberikan inspirasi dan motivasi bagi sahabat yang berharta untuk melakukannya. Menjadi konektor kebaikan, demikian istilah yang saat ini mulai ramai terdengar.
Anda dan saya mungkin tak berlebih harta atau tak banyak bisa membantu keprihatinan disekitar kita, namun kita menjadi fasilitator bagi yang lainnya, para dermawan, untuk menyalurkan infak dan sedekah pada mereka yang membutuhkan ...
Bagi Anda yang ingin menyumbang dan mendukung pesantren anak yatim, atau menunaikan zakat, insya Allah saya siap menjadi konektor kebaikan bagi Anda. kontak saya di 081329078646 atau bisa langsung menghubungi :
Donasi Yatim via Pesanteran Aitam Indonesia , hotline : 0271-5881199
Pembayaran Zakat via Lembaga Amil Zakat al-Ihsan Jawa Tengah , hotline : 0271-5886660
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar