Setelah kita memahami legalitas dan keyakinan akan sebuah resolusi dalam postingan terdahulu, begitu juga inspirasi dari resolusi ala Umar bin Khottob, maka dalam postingan kali ini kita akan mengambil motivasi dari resolusi Umar bin Abdul Azis.
Sebuah riwayat sangat dikenal dipaparkan oleh Muhammad Amin Al-Jundi dalam kitabnya yang berjudul 101 Kisah Sholihin dan Muttaqin. Kisah ini berawal dari pengakuan Roja’ bin Hayawaih menteri kepercayaan Umar bin Abdul Azis bahkan sejak menjabat gubernur di Madinah. Ia menceritakan bahwa suatu ketika pada masa itu – Saat masih menjadi gubernur – Umar pernah memintanya untuk dibelikan sepotong baju di pasar, dan dibelikan dengan harga 500 dirham. Saat melihat baju itu, Umar bin Abdul Azis berkomentar ringan : “ Baju yang bagus, sayang harganya terlalu murah”. Kemudian kenangan Roja’ berlanjut saat Umar bin Abdul Azis telah menjadi khalifah, dan kembali memintanya untuk membeli sepotong baju. Karena mengetahui kebiasaan sang khalifah yang tak mau lagi bermegahan setelah menjabat, maka dibelikannya dengan seharga cukup 5 dirham saja. Namun apa komentar sang khalifah saat melihat baju itu ? Umar mengatakan : “baju ini bagus, sayang harganya kemahalan”.
Mendengar hal tersebut, sang menteri tak sanggup menahan linangan air matanya karena terharu luar biasa. Umar pun bertanya keheranan apa yang membuatnya menangis. Roja pun menjawab ia mengingat hari-hari dimana Umar masih menjadi gubernur madinah dan berlimpah kemewahan, bahkan baju seharga 500 dirham pun dikatakan terlampau murah.
Umar bin Abdul Azis tersenyum bijak, ia memberikan jawaban yang menggugah tentang mengapa hal tersebut bisa terjadi. Mengapa seolah dirinya berubah 180 derajat saat telah memangku amanah menjadi khalifah. Maka sang khalifah pun menjawab dengan jujur, ia mengatakan : “ Wahai Roja (sang menteri), sesungguhnya aku ini memiliki jiwa yang obsesif. Tidaklah aku meraih suatu prestasi kecuali aku menginginkan yang lebih tinggi lagi. Dulu jiwaku berobsesi menikahi putri pamanku Fathimah binti Abdul Malik (putri khalifah), maka akupun bisa menikahinya. Kemudian jiwaku berobsesi untuk menjadi gubernur, maka akupun mendapatkannya. Kemudian setelahnya aku berobsesi menjadi khalifah, maka akupun mendapatkannya. ..... dan sekarang ini (setelah menjadi khalifah) jiwaku berobsesi merindukan masuk surga, maka akupun berharap bisa menjadi penguninya. .. “ .
Nampaknya itulah rahasia mengapa saat ini sang khalifah terkesan menolak dunia dengan segala kebersahajaan dan kesederhanaannya. Tidak lain dan tidak bukan karena obsesinya saat ini telah jauh melampaui kenikmatan dunia, ia hanya merindukan surga, maka sepotong baju yang murah meriah pun terlihat mewah nan mahal baginya, karena zuhud hati akan kegemerlapan dunia.
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita petik dari inspirasi kisah di atas, khususnya tentang bagaimana kita menyusun dan menjalankan resolusi.
Pertama : Berobsesi atau berambisi jabatan duniawi tertentu, adalah fitrah manusia dan diperbolehkan asalkan tetap dalam niatan untuk menebarkan kebaikan dan menguatkan syiar islam melalui jabatannya tersebut, dan tentu saja mempunyai kemampuan untuk hal tersebut. Kita tahu bagaimana suasana dan kondisi kepemimpinan Dinasti Umayyah yang berdarah-darah dan bergelimah kemewahan, maka keinginan Umar bin Abdul Azis untuk memimpin pemerintahan pada waktu itu tidak lain dan tidak bukan kecuali niatan perbaikan. Dan kita semua menjadi bukti bahwa hal tersebut telah ia capai dalam kurun waktu yang singkat, hanya dua tahun saja.
Niatan yang sama ditujukan oleh Nabi Yusuf, yang berobsesi menjadi pembesar kerajaan di bidang kesejahteraan di tengah masyarakat yang aqidahnya rusak, ia bertutur sebagaimana disebutkan dalam surat Yusuf: “Jadikanlah aku bendahara negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” (Yusuf: 54-55).
Namun sebaliknya, bagi mereka yang tak memiliki kemampuan dan kemauan untuk memperbaiki diri, maka ambisi akan jabatan justru akan mendatangkan fitnah yang besar. Rasulullah SAW telah mengingatkan : “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang bukan ahlinya maka kehancuranlah yang akan datang.” (HR. Imam Muslim). Beliau jugalah yang mengingatkan sahabat tercinta Abu Dzar, untuk tidak menjabat apapun karena kelemahan tersendiri yang dimilikinya. Rasulullah SAW mengatakan : “Hai Abu Dzar, sungguh aku lihat engkau orang lemah dan aku mencintai untuk dirimu apa yang aku cintai untuk diriku. Engkau jangan memimpin dua orang dan jangan pula memegang harta anak yatim.” (HR Muslim).
Pelajaran bagi kita, silahkan saja memiliki obsesi –atau ambisi- untuk memegang sebuah jabatan atau kedudukan, baik di tengah masyarakat, pemerintahan maupun perusahaan, asalkan ditunjang dengan dua hal yang kokoh : niatan yang baik dan lurus untuk menyebarkan kebaikan, serta kemauan untuk terus memperbaiki kualitas dan kemampuan diri. Tuliskan resolusi Anda terkait kedudukan dunia, dan layakkan diri untuk menggapainya.
Terus berlanjut ke seri resolusi yang ke-empat insya Allah
semoga bermanfaat dan salam optimis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar