Beberapa hari yang lalu saya terhenyak melihat status FB seorang akhwat yang menuliskan - setelah menghadiri sebuah kajian keluarga sakinah- : dengan banyaknya potensi seorang wanita, Islam memuliakannya dengan sumur kasur dan dapur. Deg .. begitu kesan pertama saya setelah membaca status tersebut. Bayangan kekhawatiran saya segera berkelebat, jika sebuah kajian keluarga sakinah saja bisa menyimpulkan hal semacam itu, jangan-jangan apa yang ada dalam benak sebagian suami pun tak jauh berbeda.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para ummahat, wanita, dan istri yang selalu ikhlas menunaikan tugas-tugas domestik di atas, nyaris tanpa keluhan, namun sejatinya tidaklah demikian cara Islam memperlakukan wanita, apalagi jika itu disebut dengan cover kewajiban mulia. Bisa jadi ada pandangan yang berbeda seputar hal ini, yaitu ketika ditanyakan : benarkah tugas atau kewajiban istri adalah sumur, kasur dan dapur ? Atau dalam istilah yang populer berarti cuci baju, piring, membersihkan rumah, masak dan pelayanan kebutuhan biologis ?.
Untuk menjawabnya, yang menjadi acuan saya cukuplah sebatas yang disimpulkan oleh Dr. Wahbah Zuhaily, pengarang masterpiece fiqh perbandingan madzhab yaitu Fiqh Islamy wa Adillatuhum dimana beliau menyampaikan bahwa kewajiban nafkah pada istri adalah lima hal :
Pertama : Makan minum dan Lauk pauk
Yang perlu digaris bawahi di sini adalah tugas suami menghadirkan makan, minum dan lauk pauk kepada istri, artinya yang siap saji dan dinikmati oleh sang istri, jika perlu sekalian disuapi hingga tugas istri lebih mudah, tinggal membuka mulut saja. Yang disalah pahami selama ini adalah, suami menghadirkan bahan makanan dan sayuran mentah plus bumbu, lalu menjadi kewajiban istri -yang mungkin sudah lapar- untuk berjibaku terlebih dahulu di dapur sebelum akhirnya sukses bisa menikmati makanan tersebut. Sekali lagi ini bukan untuk mempermasalahkan para istri yang asyik dan menikmati perannya di dapur. Hanya sekedar menjelaskan kepada para suami, betapa mulianya mereka selama ini memasak makanan yang semestinya diterima dari suami berupa makanan siap saji.
Kedua : Pakaian
Dalam hal ini tidak banyak permasalahan, tinggal secara teknis para istri dan suami bisa bermusyawarah tentang kebutuhan pakaian yang semestinya. Kenapa tidak banyak permasalahan, karena sebagian besar pakaian didapat dari membeli jadi atau pesan di penjahit, bukan sang istri yang langsung mengerjakan dengan tangannya sendiri.
Ketiga : Tempat Tinggal
Perlu diperhatikan karena kenyamanan sang istri tentu berada di keluarga yang dicintainya. Jangan sampai ketenangan keluarga terganggu karena hadirnya orang lain bersama, atau terlampau terbatasnya rumah yang ditinggali, yang menghadirkan kepenatan berlebih dan gelisah tanpa ujung. Rasulullah SAW juga mengakui bahwa rumah yang lapang nan nyaman termasuk kebahagiaan dunia yang layak untuk diusahakan. Suami wajib menyiapkan rumah untuk istri, meskipun untuk sementara dalam bentuk kontrakan.
Keempat : Layanan Khadimat / Pembantu Rumah Tangga
Ini hal yang menarik, ternyata menyediakan PRT atau mereka yang membantu istri termasuk kewajiban nafkah suami. Hal ini bisa dipahami karena keterbatasan seorang istri untuk mengurus rumah yang ditinggali, apalagi jika sudah ada anak-anak buah hati yang berjajar mengantri di belakang. Tidak ada pilihan selain untuk menyediakan asisten bagi sang istri, terlebih jika sang istri mempunyai potensi yang luar biasa untuk berkontribusi bagi masyarakatnya.
Kelima : Alat Kebersihan dan Perabot Rumah Tangga
Saat ini banyak pekerjaan rumah yang menjadi luar biasa ringkas dengan hadirnya kecanggihan teknologi, yang mau tidak mau atau suka tidak suka sangat membantu sebagian tugas kerumahtanggaan yang biasanya dihandel oleh sang istri. Sebut saja setrika, mesin cuci, kompor gas, pembersih debu, dan lain sebagainya, ternyata merupakan bagian dari nafkah yang harus disiapkan oleh seorang suami.
Walhasil, kesimpulan dari lima aplikasi nafkah suami kepada istri versi Dr. Wahbah Zuhaily menghasilkan satu getaran hebat dalam hati saya pribadi, betapa istri saya selama ini telah melakukan banyak hal mulia yang sebenarnya menjadi 'pekerjaan rumah' atau tugas bagi seorang suami untuk menyiapkannya.
Tanpa pemahaman di atas, bisa jadi yang terjadi adalah seorang istri yang kepayahan, bukan saja karena melahirkan dan menyusui berkali-kali, namun juga ditambah seabreg kegiatan rumah tangga yang takkan pernah bisa usai diselesaikan. Bersedih mendengar beberapa ummahat meninggal karena sakit dalam waktu dekat ini. Tentunya semua adalah bagian dari takdir yang harus kita terima dengan sepenuh kesabaran. Namun tentu sekerat hikmah dan pengingatan bisa kita ambil dan tunaikan, yaitu bisa jadi karena secara umum kita belum terlampau sadar untuk menjaga dan mengecek kesehatan secara berkala, ataupun bisa jadi juga karena proses 'pelemahan bertahun-tahun' yang tidak disadari karena aktifitas melahirkan, menyusui, dan ditambah lagi urusan 'sumur kasur dapur' yang dijalani dengan begitu tulus mulia.
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para ummahat, wanita, dan istri yang selalu ikhlas menunaikan tugas-tugas domestik di atas, nyaris tanpa keluhan, namun sejatinya tidaklah demikian cara Islam memperlakukan wanita, apalagi jika itu disebut dengan cover kewajiban mulia. Bisa jadi ada pandangan yang berbeda seputar hal ini, yaitu ketika ditanyakan : benarkah tugas atau kewajiban istri adalah sumur, kasur dan dapur ? Atau dalam istilah yang populer berarti cuci baju, piring, membersihkan rumah, masak dan pelayanan kebutuhan biologis ?.
Untuk menjawabnya, yang menjadi acuan saya cukuplah sebatas yang disimpulkan oleh Dr. Wahbah Zuhaily, pengarang masterpiece fiqh perbandingan madzhab yaitu Fiqh Islamy wa Adillatuhum dimana beliau menyampaikan bahwa kewajiban nafkah pada istri adalah lima hal :
Pertama : Makan minum dan Lauk pauk
Yang perlu digaris bawahi di sini adalah tugas suami menghadirkan makan, minum dan lauk pauk kepada istri, artinya yang siap saji dan dinikmati oleh sang istri, jika perlu sekalian disuapi hingga tugas istri lebih mudah, tinggal membuka mulut saja. Yang disalah pahami selama ini adalah, suami menghadirkan bahan makanan dan sayuran mentah plus bumbu, lalu menjadi kewajiban istri -yang mungkin sudah lapar- untuk berjibaku terlebih dahulu di dapur sebelum akhirnya sukses bisa menikmati makanan tersebut. Sekali lagi ini bukan untuk mempermasalahkan para istri yang asyik dan menikmati perannya di dapur. Hanya sekedar menjelaskan kepada para suami, betapa mulianya mereka selama ini memasak makanan yang semestinya diterima dari suami berupa makanan siap saji.
Kedua : Pakaian
Dalam hal ini tidak banyak permasalahan, tinggal secara teknis para istri dan suami bisa bermusyawarah tentang kebutuhan pakaian yang semestinya. Kenapa tidak banyak permasalahan, karena sebagian besar pakaian didapat dari membeli jadi atau pesan di penjahit, bukan sang istri yang langsung mengerjakan dengan tangannya sendiri.
Ketiga : Tempat Tinggal
Perlu diperhatikan karena kenyamanan sang istri tentu berada di keluarga yang dicintainya. Jangan sampai ketenangan keluarga terganggu karena hadirnya orang lain bersama, atau terlampau terbatasnya rumah yang ditinggali, yang menghadirkan kepenatan berlebih dan gelisah tanpa ujung. Rasulullah SAW juga mengakui bahwa rumah yang lapang nan nyaman termasuk kebahagiaan dunia yang layak untuk diusahakan. Suami wajib menyiapkan rumah untuk istri, meskipun untuk sementara dalam bentuk kontrakan.
Keempat : Layanan Khadimat / Pembantu Rumah Tangga
Ini hal yang menarik, ternyata menyediakan PRT atau mereka yang membantu istri termasuk kewajiban nafkah suami. Hal ini bisa dipahami karena keterbatasan seorang istri untuk mengurus rumah yang ditinggali, apalagi jika sudah ada anak-anak buah hati yang berjajar mengantri di belakang. Tidak ada pilihan selain untuk menyediakan asisten bagi sang istri, terlebih jika sang istri mempunyai potensi yang luar biasa untuk berkontribusi bagi masyarakatnya.
Kelima : Alat Kebersihan dan Perabot Rumah Tangga
Saat ini banyak pekerjaan rumah yang menjadi luar biasa ringkas dengan hadirnya kecanggihan teknologi, yang mau tidak mau atau suka tidak suka sangat membantu sebagian tugas kerumahtanggaan yang biasanya dihandel oleh sang istri. Sebut saja setrika, mesin cuci, kompor gas, pembersih debu, dan lain sebagainya, ternyata merupakan bagian dari nafkah yang harus disiapkan oleh seorang suami.
Walhasil, kesimpulan dari lima aplikasi nafkah suami kepada istri versi Dr. Wahbah Zuhaily menghasilkan satu getaran hebat dalam hati saya pribadi, betapa istri saya selama ini telah melakukan banyak hal mulia yang sebenarnya menjadi 'pekerjaan rumah' atau tugas bagi seorang suami untuk menyiapkannya.
Tanpa pemahaman di atas, bisa jadi yang terjadi adalah seorang istri yang kepayahan, bukan saja karena melahirkan dan menyusui berkali-kali, namun juga ditambah seabreg kegiatan rumah tangga yang takkan pernah bisa usai diselesaikan. Bersedih mendengar beberapa ummahat meninggal karena sakit dalam waktu dekat ini. Tentunya semua adalah bagian dari takdir yang harus kita terima dengan sepenuh kesabaran. Namun tentu sekerat hikmah dan pengingatan bisa kita ambil dan tunaikan, yaitu bisa jadi karena secara umum kita belum terlampau sadar untuk menjaga dan mengecek kesehatan secara berkala, ataupun bisa jadi juga karena proses 'pelemahan bertahun-tahun' yang tidak disadari karena aktifitas melahirkan, menyusui, dan ditambah lagi urusan 'sumur kasur dapur' yang dijalani dengan begitu tulus mulia.
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar