(Alm) KH Zainuddin MZ |
Pertama : Penampilan yang Baik & Rapi
Anjuran Islam secara umum memang menyatakan tentang pentingnya memakai pakaian yang baik nan indah ketika masuk masjid. Hal ini berlaku pada siapa saja tak terkecuali para khotib jumat. Allah SWT berfirman : Wahai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid ( QS Al-Araaf 31). Khotib Jumat yang memakai pakaian yang baik, indah dan rapi secara umum akan memberi kesan awal yang memikat. Ibaratnya kata pepatah arab : orang-orang memuliakanmu karena pakaianmu sebelum majlis dimulai , dan memuliakanmu karena ucapanmu setelah majlis dimulai. Maka kesan pertama perlu dijaga, tampilan yang memikat harus diupayakan. Memang hal ini tentu berbeda di tiap daerah dan budayanya. Batik lengan pendek, atau lengan panjang bak mau kondangan saya kira perlu dihindari. Begitupula penggunaan koko warna-warni khas anak muda saat halal bihalal rasa-rasanya juga mengganggu suasana kekhusyukan. Anda lebih tahu yang terbaik di daerah Anda masing-masing. Sekedar saran dari sang junjungan, warna putih bisa jadi pilihan utama. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda,“Kenakanlah pakaian yang berwarna putih, karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Ahmad)
Kedua : Khutbah yang Singkat Lagi Teratur
Semua riwayat dan kesaksian pada jaman kenabian menyatakan bahwa khutbah Jumat dilaksanakan nan singkat. Bahkan secara khusus Nabi berpesan dan menghubungkan kepahaman seseorang dengan singkatnya yang disampaikan dalam khutbah : “ Khutbah seseorang dengan singkat adalah terpuji dan sebagai dalil akan kedalaman ilmu agamanya. Maka lamakanlah shalat dan persingkatlah khutbah oleh kalian”. Dalam riwayat lain disebutkan juga : Rasulullah SAW biasa memberi nasehat ketika hari Jum’at tidak begitu panjang. Kalimat yang beliau sampaikan adalah kalimat yang singkat.” (HR. Abu Daud). Maka penting bagi setiap khotib untuk meneladani, dengan menyiapkan strategi terbaik agar khotbahnya singkat nan padat. Bukan hanya padat tetapi juga dengan susunan yang mudah dipahami dan dijadikan oleh-oleh mereka yang hadir. Tidak ada salahnya ada kesimpulan yang ditekankan di akhir, agar ilmu jamaah bertambah dan majlis pun terlimpah barokah.
Ketiga : Menjiwai Khotbah & Menghayati
Yang menjadikan suara khotib terlihat mendayu-dayu bak menidurkan bayi dalam buaian, salah satunya adalah membaca teks khutbah. Terkadang bukan hanya membaca penuh kejemuan, tetapi juga nyaris tidak diikuti dengan pemahaman, penjiwaan dan penghayatan khotbah. Karena itu direkomendasikan memilih materi yang khotib bisa membawakan dengan penuh semangat. Malu rasanya menyimak kesaksian bagaimana cara Rasulullah SAW berkhotbah . Diriwayatkan dari Jabir RA, bahwa jika Rasulullah berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan nampak sangat marah, sampai beliau seperti orang yang sedang menghasungkan pasukan (untuk berperang) (HR. Muslim dan Ibnu Majah). Agar apa yang kita sampaikan benar-benar merasuk kehati, yang pertama harus menjiwai adalah hati kita selaku khotib yang akan menyampaikannya. Benarlah apa yang dikatakan pepatah arab : Apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati, dan apa yang keluar dari lisan tidak akan melebihi telinga saja.
Keempat : Memilih Bahasa & Tema yg Sesuai
Khutbah memang bukan ajang orasi apalagi stand up comedy. Tetapi bukan berarti tema yang dibawakan khotib harus itu-itu saja yang tidak menggugah selera. Apalagi jika jelas masjid yang ditempati Jumatan tersebut bersegmen khusus, misalnya anak kuliahan di masjid kampus, anak sekolahan di masjid sekolah, karyawan di masjid perkantoran, atau warga di masjid lingkungan, maka perlu rasanya khotib cermat dan cerdas memilah dan memilih materi. Ali bin Abi Tholib dalam shahih Bukhori menyampaikan wejangan bagi kita agar menyesuaikan tema dengan pendengarnya , ia mengatakan : Berkatalah pada orang-orang sesuai dengan apa yang mereka ketahui (pahami), apakah engkau mau mereka mendustakan Allah dan rasulNya (karena akibat ungkapanmu ? ) .
Kelima : Menguasai Pandangan
Kepercayaan diri menjadi syarat utama para khotib. Dia adalah fokus utama majelis mulia tersebut. Karenanya dia harus mampu menguasai lapangan, menyapu pandangan, agar dipastikan tak ada yang lemah terkulai menikmati mimpi siang bolongnya. Khotib yang hanya menunduk khusyuk pada catatan dan teks khutbahnya, adalah alasan utama jamaah sholat memilih untuk melanjutkan rencana istirahat siangnya. Sebaliknya, khotib yang ramah menyapu pandangan dan membuat jamaah kege-eran karena pandangan teduh, niscaya akan menyisakan rasa simpati jamaahnya, meski tak terucapkan dalam kata-kata. Rasulullah SAW sang panutan, dialah idola dalam setiap kesempatan, dan seluruh pasang mata terarah kepadanya saat telah menaiki mimbar. Dari Adi bin Tsabit dari ayahnya, dari kakeknya, berkata : “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
Akhirnya, tugas khotib di jaman ini tak lagi soal menyampaikan materi saja. Namun jauh lebih berat dari itu, dia harus memastikan bahwa jamaah sholat Jumat bersemangat mendengarkan dan mengikuti khutbah, bukan khusyuk tertunduk menikmati kantuk. Wallahu a’lam bisshowab
Semoga bermanfaat dan salam optimis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar