1. Mengumandangkan Adzan di telinga bayi
Adzan di telinga bayi menjadi kebiasaan atau adat yang sangat populer di tengah masyarakat kita, bahkan terkadang sampai pada tingkat berlebihan di anggap sesuatu yang wajib dan merasa teramat galau saat terlupa menjalankannya. Pada saat yang sama ternyata permasalahan ini menjadi perdebatan para ulama. Mereka yang menganjurkannya diantaranya adalah kalangan Syafi’iyah, Ahmad, Hanafiyah, dan Ibnul Qoyyim dalam kitab Tuhfatul Maududnya. Anjuran tersebut bersandarkan dari beberapa hadits, diantaranya riwayat dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), ia berkata : Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi). Sementara ulama yang membenci hal tersebut diantaranya adalah imam Malik, dan beberapa ulama salafi kontemporer dengan alasan tidak dalil tuntunannya, karena hadits-hadits yang berbicara seputar hal tersebut semuanya lemah tidak bisa dijadikan hujjah.
2. Mentahnik Bayi dengan Kurma & Berdoa
Berbeda dengan azan, tahnik justru tidak banyak dikenal di masyarakat kita saat menyambut kelahiran bayi. Tahnik adalah metode melembutkan kurma, menghancurkannya dengan dikunyah kemudian disuapkan ke mulut bayi dengan cara mengoleskan kurma yang telah dilembutkan tadi ke langit-langit mulut bayi. Dalil dianjurkannya tahnik ini ada dalam riwayat shohih, dimana Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menceritakan : “Telah dilahirkan untukku seorang bayi lelaki lalu aku membawanya kepada Nabi s.a.w. dan baginda menamakannya Ibrahim lalu ditahnikkannya dengan sebiji buah kurma. Beliau mendoakan keberkatan dan kemudiannya memulangkannya kembali kepadaku.” (HR al-Bukhari). Penelitian kesehatan kontemporer telah banyak membuktikan tentang bagaimana bermanfaatnya tahnik bagi seorang bayi. Dalam hadits diatas juga dianjurkan untuk mendoakan keberkahan bagi bayi yang baru lahir.
3. Menyembelih Kambing / Aqiqoh
Setiap mendapatkan nikmat dari Allah SWT kita dianjurkan untuk mengabarkan dan bersyukur dengan berbagi. Untuk kelahiran bayi, ada syariat aqiqoh yang berarti menyembelih kambing untuk kemudian dinikmati dan dibagikan kepada yang lainnya. Banyak riwayat tentang hukum aqiqoh, dimana pendapat jumhur ulama dalam hal ini adalah sunnah muakkadah, dianjurkan bahkan sekalipun dengan berhutang. Adapun tentang jumlah kambing, dari ‘Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Aqiqah untuk anak lelaki dengan dua ekor kambing, dan untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing”.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Untuk seputar waktu pelaksanaan aqiqoh riwayat yang ada menyebutkan pada hari ke 7, 14 dan 21 dari hari kelahiran, bahkan sebagian ulama yang lain seperti Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah memberikan kelonggaran yang lebih dari sisi waktu.
4. Mencukur Rambut dan Bersedekah
Banyak yang belum terbiasa atau merasa kasihan melihat bayi digundul. Padahal sejatinya mencukur rambut bayi merupakan sunah muakkadah, baik laki-laki maupun perempuan. Rasulullah SAW bersabda : “ Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR Ahmad dan Ashabus Sunan). Ibnul Qoyyim memberikan hikmah dari mencukur rambut bayi, beliau berkata dalam bukunya : Mengenai faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah di mana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi.
Kemudian dianjurkan juga bersedekah dengan ukuran berat rambut yang telah dipotong tersebut dalam nilai perak. Anjuran ini berdasarkan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya Fatimah RA: “Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin” (HR Tirmidzi)
Bersambung : Fiqh dan Adab Menyambut Kelahiran (Bagian-3)
Adzan di telinga bayi menjadi kebiasaan atau adat yang sangat populer di tengah masyarakat kita, bahkan terkadang sampai pada tingkat berlebihan di anggap sesuatu yang wajib dan merasa teramat galau saat terlupa menjalankannya. Pada saat yang sama ternyata permasalahan ini menjadi perdebatan para ulama. Mereka yang menganjurkannya diantaranya adalah kalangan Syafi’iyah, Ahmad, Hanafiyah, dan Ibnul Qoyyim dalam kitab Tuhfatul Maududnya. Anjuran tersebut bersandarkan dari beberapa hadits, diantaranya riwayat dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), ia berkata : Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi). Sementara ulama yang membenci hal tersebut diantaranya adalah imam Malik, dan beberapa ulama salafi kontemporer dengan alasan tidak dalil tuntunannya, karena hadits-hadits yang berbicara seputar hal tersebut semuanya lemah tidak bisa dijadikan hujjah.
2. Mentahnik Bayi dengan Kurma & Berdoa
Berbeda dengan azan, tahnik justru tidak banyak dikenal di masyarakat kita saat menyambut kelahiran bayi. Tahnik adalah metode melembutkan kurma, menghancurkannya dengan dikunyah kemudian disuapkan ke mulut bayi dengan cara mengoleskan kurma yang telah dilembutkan tadi ke langit-langit mulut bayi. Dalil dianjurkannya tahnik ini ada dalam riwayat shohih, dimana Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menceritakan : “Telah dilahirkan untukku seorang bayi lelaki lalu aku membawanya kepada Nabi s.a.w. dan baginda menamakannya Ibrahim lalu ditahnikkannya dengan sebiji buah kurma. Beliau mendoakan keberkatan dan kemudiannya memulangkannya kembali kepadaku.” (HR al-Bukhari). Penelitian kesehatan kontemporer telah banyak membuktikan tentang bagaimana bermanfaatnya tahnik bagi seorang bayi. Dalam hadits diatas juga dianjurkan untuk mendoakan keberkahan bagi bayi yang baru lahir.
3. Menyembelih Kambing / Aqiqoh
Setiap mendapatkan nikmat dari Allah SWT kita dianjurkan untuk mengabarkan dan bersyukur dengan berbagi. Untuk kelahiran bayi, ada syariat aqiqoh yang berarti menyembelih kambing untuk kemudian dinikmati dan dibagikan kepada yang lainnya. Banyak riwayat tentang hukum aqiqoh, dimana pendapat jumhur ulama dalam hal ini adalah sunnah muakkadah, dianjurkan bahkan sekalipun dengan berhutang. Adapun tentang jumlah kambing, dari ‘Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Aqiqah untuk anak lelaki dengan dua ekor kambing, dan untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing”.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). Untuk seputar waktu pelaksanaan aqiqoh riwayat yang ada menyebutkan pada hari ke 7, 14 dan 21 dari hari kelahiran, bahkan sebagian ulama yang lain seperti Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah memberikan kelonggaran yang lebih dari sisi waktu.
4. Mencukur Rambut dan Bersedekah
Banyak yang belum terbiasa atau merasa kasihan melihat bayi digundul. Padahal sejatinya mencukur rambut bayi merupakan sunah muakkadah, baik laki-laki maupun perempuan. Rasulullah SAW bersabda : “ Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama” (HR Ahmad dan Ashabus Sunan). Ibnul Qoyyim memberikan hikmah dari mencukur rambut bayi, beliau berkata dalam bukunya : Mengenai faedah dari mencukur rambut bayi tersebut, Ibnu Al-Qoyyim berkata: Mencukur rambut adalah pelaksanaan perintah Rasulullah SAW untuk menghilangkan kotoran. Dengan hal tersebut kita membuang rambut yang jelek/lemah dengan rambut yang kuat dan lebih bermanfaat bagi kepala dan lebih meringankan untuk si bayi. Dan hal tersebut berguna untuk membuka lubang pori-pori yang ada di kepala supaya gelombang panas bisa keluar melaluinya dengan mudah di mana hal tersebut sangat bermanfaat untuk menguatkan indera penglihatan, penciuman dan pendengaran si bayi.
Kemudian dianjurkan juga bersedekah dengan ukuran berat rambut yang telah dipotong tersebut dalam nilai perak. Anjuran ini berdasarkan perintah Rasulullah SAW kepada puterinya Fatimah RA: “Hai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya kepada fakir miskin” (HR Tirmidzi)
Bersambung : Fiqh dan Adab Menyambut Kelahiran (Bagian-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar