Dalam sebuah riwayat Muslim, pernah dikisahkan beberapa sahabat –yang
secara ekonomi terhitung kurang- mendatangi Rasulullah SAW untuk menyampaikan
kegelisahan mereka. Mereka mengadukan kepada Rasulullah SAW bahwa
orang-orang kaya akan memborong habis semua pahala kebaika, seraya mengatakan :
“Mereka (orang-orang kaya) shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa
sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan
hartanya.” Rasulullah SAW sang pemimpin bijak itupun bisa mengerti kegelisahan
apa yang ada dalam benak para sahabat yang datang mengadu itu. Maka kemudian ia
pun memberikan solusi, bentuk-bentuk sedekah yang tidak bersifat materiil, antara
lain dzikrullah dan berdakwah menyeru kepada kebaikan, dan mencegah dari
perbuatan munkar.
Syeikh Dr. Musthofa Al Bugho dalam Syarh Al-Wafy Arbain
Nawawiyah menyebutkan salah satu pelajaran dari peristiwa yang digambarkan
dalam hadits di atas adalah : semangat para sahabat untuk berlomba dalam
kebaikan. Kita bisa melihat dengan jelas, bahwa yang dirisaukan atau diirikan
oleh orang-orang miskin terhadap orang kaya bukan soal harta dan kekayaan yang
berlimpah, tapi adalah peluang mereka yang begitu banyak dalam membawa pahala.
Hal yang sangat sulit kita dapatkan pada jaman ini, dimana ukuran kesuksesan
yang kerap diminati banyak orang seringkali terbatas pada nilai materi,
kekayaan dan kemewahan.
Sifat iri atau hasad pada dasarnya harus kita jauhi, namun ternyata hal
tersebut tidak berlaku dalam soal iri untuk kebaikan. Selain dalam peristiwa di
atas, Rasulullah SAW pun dengan jelas pernah memberikan panduan dalam hal ini,
beliau bersabda : “Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu
orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan
dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan
dan mengajarkannya.” (HR Bukhori)
Sifat iri padakebaikan ini tidak menjadi sesuatu yang tercela, karena pada
dasarnya akan memotivasi seseorang untuk mengikuti kebaikan yang sama, bahkan
berusaha mengunggulinya. Semangat untuk saling berkompetisi dalam kebaikan
inilah yang justru diperintahkan dalam Al-Quran, melalui firman Allah SWT : “dan untuk yang demikian itu hendaknya
orang berlomba-lomba”. (QS.Al-Muthaffifin :26).
Dalam tataran aplikasi, Rasulullah SAW senantiasa memotivasi para sahabat
untuk berlomba dalam kebaikan. Begitu pula para sahabat bersemangat untuk
menjalankannya. Kisah yang cukup dikenal dalam hal ini adalah perlombaan Umar
bin Khottob dengan Abu Bakar As-Shiddiq dalam hal sedekah. Umar bin Khattab
sendiri yang menceritakan peristiwanya, ia berkata: “Rasulullah memerintahkan
kami suatu hari untuk bersedekah dan kebetulan aku mempunyai harta maka hari
ini aku akan berlomba dengan Abu Bakar, kemudian aku membawa setengah hartaku.
Maka Rasulullah bersabda: Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu? Aku
menjawab: Sebanyak ini wahai Rasulullah. Umar berkata: Kemudian Abu
Bakar datang membawa semua harta yang dimilikinya. Maka Rasulullah
bersabda: Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu ? Abu Bakar
menjawab: Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. Maka Umar
berkata: Aku mengetahui bahwa sekali-kali aku tidak dapat melebihi Abu Bakar.”
(HR Abu Daud).
Subhanallah, sebuah gambaran kompetisi dalam kebaikan yang luar biasa dan
sudah semestinya kita berusaha untuk meneladaninya. Kompetisi kebaikan baik
dalam hal ibadah, seperti mendapatkan shof pertama dalam sholat berjamaah,
ataupun dalam hal amal shodaqoh, seperti shodaqoh dan berqurban misalnya, harus
mulai kita biasakan dalam diri kita, keluarga dan lingkungan masyarakat kita.
Semoga Allah SWT mudahkan. Wallahu a’lam bisshowab
*artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah, Suara Merdeka Suara Solo, Jumat 19 September 2014
*artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah, Suara Merdeka Suara Solo, Jumat 19 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar