Seminar Pra Nikah dan Bedah Buku “Sayap-Sayap Sakinah” yang digelar di Nurul Huda Islamic Center, Komplek Masjid Nurul Huda Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 September 2014 kemarin berlangsung meriah. Acara yang berlangsung dari jam 08.00 hingga adzan dhuhur berkumandang itu, dihadiri oleh sekitar 200 peserta yang mayoritas kaum Hawa. Acara tersebut merupakan kerjasama Sayap Sakinah Center (SSC) Indiva Media Kreasi dengan LAZIS Universitas Sebelas Maret, Solo.
Acara dibuka oleh MC yang sangat komunikatif, yakni Ayu Wulandari. Awalnya, suasana masih biasa-biasa saja, terlebih, AC di ruangan yang disetel dingin, membuat beberapa peserta tampak menggigil. Namun, ketika materi pertama dibawakan oleh Mbak Afifah Afra, para peserta mulai terlihat bersemangat. Mbak Afra menceritakan proses kreatif terkait dengan buku “Sayap-Sayap Sakinah” yang ditulis bersama Mbak Riawani Elyta, seorang penulis produktif dari Tanjung Pinang.
Menurut Mbak Afra, menukil data dari Pengadilan Agama, angka perceraian di Indonesia termasuk sangat tinggi, bahkan paling tinggi di Asia Pasifik. Sepanjang tahun 2005 hingga 2010, dari sepuluh pernikahan, satu pernikahan berakhir dengan perceraian. Dan dari angka yang tinggi tersebut, 70% didominasi gugatan cerai pihak istri, dengan alasan ketidakharmonisan.
“Istri merasa bahwa pernikahannya itu tidak sakinah,” ujar penulis yang punya nama asli Yeni Mulati itu. “Bisa jadi, pihak suami pun sebenarnya merasa tak tenteram, tetapi dia mengekspresikan dengan cara lain, seperti selingkuh atau KDRT. Istri yang tak tahan, akhirnya mengajukan gugatan cerai. Banyaknya kasus perceraian, menandakan bahwa sebenarnya banyak anak-anak muda yang memasuki dunia pernikahan tanpa dibekali persiapan memadai.”
Karena alasan itulah akhirnya Mbak Afifah Afra dan mbak Riawani Elyta menulis buku Sayap-Sayap Sakinah, yang sebagian merupakan pengalaman mereka selama lebih dari 10 tahun menjalani bahtera rumah tangga.
Istri Kudu Pintar Dandan
Suasana menjadi kian ‘panas’ ketika Ustadz Hatta Syamsuddin, Lc., giliran tampil. Sebelum memaparkan materinya, beliau sempat menantang sekitar 25 peserta putra yang siap menikah untuk berdiri. Ternyata ada 3 peserta putra yang berdiri, sementara yang lain hanya senyum-senyum dikulum. Ustadz Hatta pun menyanggupi jika ketiga peserta itu hendak meminta beliau mencarikan istri. Wah, seru juga nih!
Beliau sempat menceritakan proses pernikahannya dengan penulis sekaligus pegiat LSM LPPA (Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Benih, Robiah Al-Adawiyah, atau yang dikenal dengan nama Mbak Vida. “Saya masih di Sudan, sehari-hari tinggal di Kudus dan saya meninggalkan ‘cek kosong’ di Solo berupa proposal mencari istri. Akhirnya, saya pun menikah saat usia saya masih 23 tahun.”
Ustadz Hatta juga mengaku sempat menjalani LDR (Long Distance Relationship) selama 2 tahun, karena beliau kuliah di Sudan, sementara istri juga masih kuliah di Fakultas Hukum UNS.
Ada banyak poin penting yang disampaikan oleh Ustadz Hatta, antara lain dinamika pasangan yang telah menikah. Menurut beliau, semua pernikahan itu pasti ada ujian, salah satunya ujian yang bersumber pada uang. “Kaum istri diuji ketika kekurangan uang, sementara kaum suami diuji ketika kelebihan uang. Banyak suami, ketika sudah banyak uang, larak-lirik untuk cari cabang (istri baru—red.), payahnya, seringkali ‘cabangnya’ itu illegal (selingkuh—red.).”
Karena itu, suami dan istri harus sama-sama berjuang agar pernikahan mereka benar-benar sakinah mawaddah wa rahmah. Agar mawaddah membara, seorang suami harus pintar ‘menggombal’, alias merayu. Karena wanita rata-rata makhluk auditory. Sementara, istri harus pintar berdandan, karena lelaki rata-rata makhluk visual.
Wah, seru ya, acaranya! Menurut Ayu Wulandari, dari divisi MarComm Indiva Media Kreasi, acara serupa akan digelar di kota-kota lain, dan yang terdekat adalah di Yogyakarta, bulan Oktober. [US].
sumber : http://indivamediakreasi.com/604/
Acara dibuka oleh MC yang sangat komunikatif, yakni Ayu Wulandari. Awalnya, suasana masih biasa-biasa saja, terlebih, AC di ruangan yang disetel dingin, membuat beberapa peserta tampak menggigil. Namun, ketika materi pertama dibawakan oleh Mbak Afifah Afra, para peserta mulai terlihat bersemangat. Mbak Afra menceritakan proses kreatif terkait dengan buku “Sayap-Sayap Sakinah” yang ditulis bersama Mbak Riawani Elyta, seorang penulis produktif dari Tanjung Pinang.
Menurut Mbak Afra, menukil data dari Pengadilan Agama, angka perceraian di Indonesia termasuk sangat tinggi, bahkan paling tinggi di Asia Pasifik. Sepanjang tahun 2005 hingga 2010, dari sepuluh pernikahan, satu pernikahan berakhir dengan perceraian. Dan dari angka yang tinggi tersebut, 70% didominasi gugatan cerai pihak istri, dengan alasan ketidakharmonisan.
“Istri merasa bahwa pernikahannya itu tidak sakinah,” ujar penulis yang punya nama asli Yeni Mulati itu. “Bisa jadi, pihak suami pun sebenarnya merasa tak tenteram, tetapi dia mengekspresikan dengan cara lain, seperti selingkuh atau KDRT. Istri yang tak tahan, akhirnya mengajukan gugatan cerai. Banyaknya kasus perceraian, menandakan bahwa sebenarnya banyak anak-anak muda yang memasuki dunia pernikahan tanpa dibekali persiapan memadai.”
Karena alasan itulah akhirnya Mbak Afifah Afra dan mbak Riawani Elyta menulis buku Sayap-Sayap Sakinah, yang sebagian merupakan pengalaman mereka selama lebih dari 10 tahun menjalani bahtera rumah tangga.
Istri Kudu Pintar Dandan
Suasana menjadi kian ‘panas’ ketika Ustadz Hatta Syamsuddin, Lc., giliran tampil. Sebelum memaparkan materinya, beliau sempat menantang sekitar 25 peserta putra yang siap menikah untuk berdiri. Ternyata ada 3 peserta putra yang berdiri, sementara yang lain hanya senyum-senyum dikulum. Ustadz Hatta pun menyanggupi jika ketiga peserta itu hendak meminta beliau mencarikan istri. Wah, seru juga nih!
Beliau sempat menceritakan proses pernikahannya dengan penulis sekaligus pegiat LSM LPPA (Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Benih, Robiah Al-Adawiyah, atau yang dikenal dengan nama Mbak Vida. “Saya masih di Sudan, sehari-hari tinggal di Kudus dan saya meninggalkan ‘cek kosong’ di Solo berupa proposal mencari istri. Akhirnya, saya pun menikah saat usia saya masih 23 tahun.”
Ustadz Hatta juga mengaku sempat menjalani LDR (Long Distance Relationship) selama 2 tahun, karena beliau kuliah di Sudan, sementara istri juga masih kuliah di Fakultas Hukum UNS.
Ada banyak poin penting yang disampaikan oleh Ustadz Hatta, antara lain dinamika pasangan yang telah menikah. Menurut beliau, semua pernikahan itu pasti ada ujian, salah satunya ujian yang bersumber pada uang. “Kaum istri diuji ketika kekurangan uang, sementara kaum suami diuji ketika kelebihan uang. Banyak suami, ketika sudah banyak uang, larak-lirik untuk cari cabang (istri baru—red.), payahnya, seringkali ‘cabangnya’ itu illegal (selingkuh—red.).”
Karena itu, suami dan istri harus sama-sama berjuang agar pernikahan mereka benar-benar sakinah mawaddah wa rahmah. Agar mawaddah membara, seorang suami harus pintar ‘menggombal’, alias merayu. Karena wanita rata-rata makhluk auditory. Sementara, istri harus pintar berdandan, karena lelaki rata-rata makhluk visual.
Wah, seru ya, acaranya! Menurut Ayu Wulandari, dari divisi MarComm Indiva Media Kreasi, acara serupa akan digelar di kota-kota lain, dan yang terdekat adalah di Yogyakarta, bulan Oktober. [US].
sumber : http://indivamediakreasi.com/604/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar