Masjid ArRohman Larissis |
Tidak hanya di negerinya sendiri, setiap muslim saat bepergian jauh merantau di luar negeri yang dicari lebih awal juga adalah masjid. Dalam hal ini ada sebuah anekdot yang lucu dan agak menyindir bagi kita orang Indonesia. Jadi disebutkan bahwa di luar negeri, kalau ada dua orang muslim Indonesia yang sholih bertemu, maka yang pertama kali ditanyakan adalah “ di kota ini masjidnya dimana ya ? “. Hmm, hal yang tentu luar biasa bukan. Namun lebih hebat lagi, kalau ada dua orang muslim dari Timur Tengah atau negara-negara IPB (India, Pakistan dan Bangladesh), maka pertama kali yang ditanyakan adalah , “ di kota ini, dimana ya kita bisa bangun masjid ?”. Meski sekedar anekdot, memang demikianlah kondisi riil menggambarkan. Di luar negeri baik di Amerika, Eropa maupun Australia, kebanyakan masjid yang gagah berdiri biasanya diinisiasi oleh kaum muslimin dari Timur Tengah atau Pakistan. Jumlah masjid yang diinisiasi pendiriannya oleh komunitas muslim Indonesia, memang ada dibeberapa negara, tapi dengan jumlah yang tak seberapa.
Bagaimana dengan Yunani sendiri ? Kalau kita lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti krisis antara lain keadaan mengkhawatirkan, suram dan kehilangan, maka tidak terlalu berlebihan jika di negara Yunani ini selain terjadi krisis ekonomi juga mengalami krisis masjid. Betapa tidak, Yunani dengan Athena sebagai ibukotanya, adalah satu-satunya ibukota negara Uni Eropa yang tidak memiliki tempat ibadah umat Muslim secara khusus dan resmi. Ada memang masjid di Yunani, seperti Esqi Mosque, tapi itupun terletak di wilayah utara Yunani, Thrace yang berjarak 700 km dari Athena. Thrace merupakan wilayah perbatasan dengan Turki, yang dihuni oleh minoritas muslim dari bangsa Turki yang berjumlah sekitar 120 ribu orang. Hanya disanalah muslim Yunani bisa menggelar pemakaman dan agenda keagamaan dengan lebih terbuka.
Lantas bagaimana dengan peribadahan muslim di Athena ? Setidaknya populasi muslim di Athena yang berkisar 200-300rb jiwa terpaksa beribadah di sekitar 130 ruang-ruang bawah tanah tanpa udara dan jendela atau gudang-gudang dan pertokoan kecil yang telah disulap menjadi masjid. Masjid Assalam yang terletak di bilangan Neos Kosmos menjadi masjid “underground” yang paling besar dan menjadi rujukan dalam kegiatan keislaman. Kata ‘underground’ untuk masjid Assalam ini bisa diartikan secara legal maupun secara fisik. Secara legal karena belum ada ijin resmi sebagai masjid, dan secara fisik karena memang benar-benar terletak di bawah tanah, yang disulap menjadi sebuah tempat ibadah. Masjid Assalam ini jugalah yang menjadi pusat Asosiasi Muslim Yunani dimana Naim Al Ghadour menjadi ketua dan imam masjidnya.
Aula Sekolah Libya |
Pada kesempatan sholat Jumat yang lain, saya berkesempatan menunaikannya di Libya Arabic School, yang menjadikan aula sekolahnya sebagai tempat ibadah dan sholat jumat secara rutin. Alhamdulillah ala kulli haal
Sejarah Masjid di Yunani
Apakah masjid benar-benar tidak ada dalam sejarah negara Yunani ? Jawabannya tentu tidak. Bagaimana mungkin sebuah negara yang selama 371 tahun hidup dalam wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani tidak mengenal bangunan masjid. Pada tahun 1458 Yunani tunduk dalam wilayah Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Mahmud II. Maka setelah itu dimulai juga pembangunan masjid dan fasilitas umum lainnya dengan model dan asritektur persis sebagaiman ada pada kota-kota di Turki. Pada tahun 1669, Evylia Celebi seorang ulama Turki yang terpandang, hadir di Athena dan menuliskan dalam catatan perjalanannya bahwa setidaknya ada tujuh masjid yang berdiri megah di kota itu, selain itu juga berdiri satu madrasah, tiga sekolah, dua hotel dan tiga pemandian umum.
Bahkan yang mengejutkan –saya secara pribadi- peninggalan sejarah Yunani, Kuil Parthenon di Akropolis yang menjadi ikon wisata utama di Athena, pada masa awal pemerintahan Turki Utsmani di Athena tahun 1460 hingga tahun1687 difungsikan menjadi masjid yang megah lengkap dengan menara tinggi di sisinya.
napak tilas masjid Parthenon |
Beberapa bangunan masjid masa Turki Usmani masih tersisa hingga hari ini. Ada masjid Mustofa Agha yang didirkan pada tahun 1700-an, ada masjid Fethiye yang jauh berdiri sejak awal masa kedatangan Turki di Yunani, ada juga masjid Tzistarakis yang ada di tengah pusat daerah wisata Monastiraki, Athena, didirikan pada 1759. Semuanya masih tegak berdiri dengan ornamen dan arsitektur khas Turki Utsmani, hanya saja saat ini dibawah pengelolaan kementrian kebudayaan Yunani, sebagian diubah menjadi museum seni, sebagian lagi untuk penyelenggaraan acara-acara budaya dan kesenian. Pemerintah Turki hingga saat ini masih terus memperjuangkan agar masjid Fethiya kembali dibuka untuk sholat kaum muslimin. Bahkan secara khusus pada 2012 yang lalu Pemerintah Turki mengatakan tidak akan membuka kembali Halki Seminary milik Kristen Ortodoks di Turki – yang ditutup tahun 1971 – jika Yunani masih tidak mau membuka kembali Masjid Fethiye.
Perjuangan Muslim Yunani Membangun Masjid Resmi
Kaum muslimin di Yunani tentu tidak tinggal diam, mereka melakukan banyak upaya untuk memperjuangkan didirikannya masjid secara resmi di Yunani. Penentangan yang paling besar tentu adalah dari kalangan gereja ortodoks, yang berjumlah sebanyak 97% dari jumlah seluruh penduduk Yunani. Setelah berakhirnya kekuasaan Turki Utsmani pada tahun 1832, masjid dengan menaranya menjadi sesuatu yang dianggap menghadirkan trauma sejarah pendudukan Turki bagi sebagian besar warga kristen ortodoks Yunani.
Di negara yang sering disebut sebagai ibu peradaban demokrasi ini, secara konstitusi tertuang menjamin kebebasan mutlak dalam beragama. Konstitusi tersebut juga menyatakan bahwa setiap orang yang tinggal di wilayah Yunani akan menikmati perlindungan penuh akan kepercayaan mereka. Namun dalam kenyataannya, setiap upaya pembangunan masjid selalu mendapat penentangan, khususnya dari gereja kristen ortodoks. Gereja Ortodoks di Yunani memang selama ini memiliki hak istimewa untuk memberikan izin boleh tidaknya pembangunan tempat-tempat ibadah non ortodok. Alhamdulillah, hak istimewa ini sudah berhasil dicabut oleh parlemen Yunani pada Mei yang lalu.
Bagaimana sejarah panjang perjuangan kaum muslimin untuk mendirikan masjid di Yunani ? Yang jelas tercatat sejak Yunani merdeka dari Kekhalifahan Usmani pada 1832, tidak pernah ada periode pemerintahan yang mengizinkan pendirian masjid. Bahkan masjid yang sudah ada pun ditutup dan diubah fungsi menjadi musium seni dan budaya. Perjuangan kaum muslimin lewat jalur resmi untuk mendirikan masjid dimulai dari tahun 1980-an. Namun usulan tersebut sempat tenggelam hingga dua dasawarsa, untuk kemudian muncul dalam bentuk usulan pemerintah Yunani ke parlemen dalam bentuk proyek pembangunan masjid. Karena kesibukan persiapan penyelenggaraan Olimpiade Athena tahun 2004, serta penentangan dari Gereja Ortodoks Yunani, maka proyek itu kembali menjadi harapan palsu bagi kaum muslim Yunani.
Dukungan juga muncul dari organisasi internasional. Bahkan, kelompok pembela HAM internasional, termasuk AS, dalam laporan departemen luar negerinya pada tahun 2005 mengkritik Pemerintah Yunani yang dianggap gagal menyediakan bangunan masjid bagi Muslim di Athena. Akhirnya Pada 2011, pemerintah Yunani menandatangani peraturan yang memastikan pembangunan masjid dan akan mulai membuka tender proyek tersebut, serta menentukan lokasinya. Parleman Yunani pada waktu itu mengadakan votting dengan 198 suara mendukung dan 16 menolak menyetujui pembangunan masjid di negara ini. Salah satu yang menolak dengan keras adalah dari partai Laos, yang menyamakan pembangunan masjid sebagai laboratorium guna memproduksi teroris.
Meski telah disetujui, namun proyek tender yang dijadwalkan molor sedemikian rupa karena berbagai alasan. Baru pada tahun 2013 realisasi penunjukan konsorsium proyek, pendanaan, dan lokasi masjid pertama di Athena menjadi lebih jelas dan diumumkan oleh pemerintah.
Gelombang penentangan masjid di Yunani setelah itu menjadi lebih terasa. Beberapa kali juga digelar demonstrasi secara khusus untuk menentang pendirian masjid. Surat bernada ancaman teror juga beberapa kali muncul, khususnya jika kaum muslimin Yunani terus berniat untuk memperjuangkan pembangunan masjid.
Ada banyak alasan yang dikemukakan dalam penentangan pendirian masjid ini, salah satu yang paling banyak adalah trauma sejarah pendudukan Turki Utsmani. Uskup Seraphim, tokoh Gereja Ortodoks mengatakan : "Yunani menderita di bawah tirani penguasa Turki. Pembangunan masjid hanya akan membangkitkan luka lama sekaligus melecehkan upaya para pejuang yang membebaskan negara ini," .
Pada tahun 2013 juga, Golden Dawn, yang merupakan gerakan politik yang digambarkan sebagai kelompok fasis dan mengadopsi pemikiran neo-Nazi, turun ke jalan menghadirkan 700 massa untuk secara khusus memprotes kebijakan pemerintah Yunani terkait pembangunan masjid di Athena. Mereka meneriakkan yel-yel sepanjang demonstrasi di kawasan Eleonas, "Yunani milik Yunani, tidak ada masjid di Athena".
Di tahun yang sama juga, partai ekstrem kanan Barisan Nasional di Yunani juga berunjuk rasa menurunkan massanya. Yunani yang pada masa itu telah mengalami krisis ekonomi menjadi penambah alasan bagi mereka untuk menentang pendirian masjid. Emmanouil Konstas, sekretaris jenderal Barisan Nasional mengatakan rencana pembangunan masjid itu tak bisa diterima dan pemerintah harus lebih mengalokasikan dana untuk mengatasi krisis. Padahal yang terjadi sejatinya pemerintah juga telah memangkas dana pembangunan masjid, dari yang semula direncanakan sebesar 946.000 euro atau lebih dari Rp14,6 miliar, menjadi sekitar 12,7 miliar.
bersama Naim & Anna Stamou |
Peluang Indonesia dan Jokowi
Perjuangan mendirikan masjid di Yunani memang akan menjadi semakin panjang, apalagi dengan semakin memuncaknya krisis ekonomi di Yunani pada akhir-akhir ini. Namun jika kita menelaah sejarah lebih jauh, sebenarnya kondisi seperti ini juga membuka peluang kebaikan bagi kaum muslimin di seeantero bagian bumi yang lain, tak terkecuali Indonesia. Sejarah telah mencatat dengan manis bahwa sebagian Presiden Indonesia berhasil menorehkan sejarah pembangunan masjid di daerah-daerah minoritas muslim.
Barangkali yang terasa paling heroik adalah Presiden Soekarno, saat kunjungannya pada tahun 1956 ke Soviet. Ketika berkunjung ke kota eksotik Leningrad ( Saint Petersbug), Soekarno sangat tertarik dengan sebuah bangunan berbentuk masjid dengan kubah birunya. Setelah didekati ternyata bangunan itu dahulunya adalah masjid yang dibangun pada tahun 1910, namun pemerintahan komunis yang berkuasa telah merubahnya jadi gudang tempat penyimpanan. Imam Masjid Biru Sankt Petersburg Zhapar N. Panchaev mengisahkan, bahwa setelah itu Soekarno menemui Nikita Khrushchev, sang pemimpin Uni Soviet dan meminta agar masjid tersebut dikembalikan sesuai fungsinya. Apa yang terjadi selanjutnya ? Hanya sepuluh hari setelah kunjungan Presiden Seokarno, bangunan tersebut kembali dibuka menjadi sebuah masjid hingga hari ini.
Kisah masjid pak Harto yang saat ini menjadi masjid terbesar di Bosnia juga belum lepas dari ingatan. Inisiasi pembangunan dimulai setelah kunjungan mendebarkan beliau di daerah konflik Sarajevo Bosnia pada tahun 1995. Pembangunan dan pendanaan telah dimulai dengan dikoordinir oleh pengusaha Probosutejo. Desainernya pun sama dengan yang mendesain Masjid At-Tiin di TMII. Namun karena krisis ekonomi pembangunan masjid ini terhambat dan baru bisa selesai diresmikan tahun 2001 oleh Presiden Megawati.
Kisah SBY agak sedikit berbeda. Pada awalnya adalah komunitas muslim Indonesia di Washington yang bergabung dalam IMAAM ( Indonesia Muslim Association of America (IMAAM) yang berencana menbuat masjid dengan membeli sebuah geraja yang dijual dengan harga yang relatif wajar dengan lokasi yang sangat strategis. Karena kekurangan dana, pihak IMAAM berinisiatif menghubungi Dubes Amerika, Dino Patti Jalal yang dikenal dekat dengan SBY. SBY menyambut hangat program tersebut, dan mengusulkan kepada DPR bantuan hibah dari sisa anggaran yang ada, dan terealisasi. Masjid di bilangan Maryland itu sendiri diresmikan oleh SBY diakhir masa jabatannya pada September 2014 yang lalu.
Dengan sejarah manis kiprah presiden Indonesia dalam mendirikan masjid di negara minoritas muslim itulah, maka tidak berlebihan saat dalam kesempatan buka bersama di Wisma Dubes Athena di awal Ramadhan kemarin, saya menyampaikan guyonan bernada wacana kepada bapak Dubes, siapa tahu Presiden Jokowi yang nantinya akan membangun masjid di Athena, sebagaimana para presiden pendahulunya.
Tentu sambil menunggu pak Jokowi lebih lanjut, kita muslimin Indonesia bisa terus mensupport perjuangan kaum muslimin di Athena, baik dengan menyebarkan tulisan-tulisan semacam ini. Atau secara langsung berkomunikasi juga dengan Naim Al Gahduri dan Anna Stamou dari Asosiasi Muslim Yunani. Mereka berdua aktif di media sosial facebook, dan akrab menyambut sapaan dan dukungan dari kita semua. Semoga Allah swt memudahkan.
Selamat ramadhan, salam hangat dari Athena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar