Hari raya Idul Adha telah datang menjelang. Kita menyaksikan di sebagian tempat kaum muslimin seolah berlomba-lomba untuk menyembelih hewan qurban di lingkungannya masing-masing, meski tetap saja masih banyak daerah-daerah minus yang tidak ada pequrban di sana. Ibadah qurban ini hendaknya dijalankan dengan sepenuh kesadaran, keyakinan akan hikmah dan rahasia yang terpendam disana. Bukan hanya sekedar ikut-ikutan apalagi ajang adu gengsi antara tetangga kanan kiri. Karenanya, marilah kita merenung sejenak, apa hikmah yang terkandung dari syariat penyembelihan hewan qurban.
Pertama : Mengagungkan Syiar dan Syukur kepada Allah
Idul Adha adalah satu syiar Islam yang harus disambut dan diagungkan. Berqurban adalah salah satu bentuk kesiapan kita menyambut Idul Adha dengan lebih agung, sebagai bukti ketakwaan diri. Allah SWT berfirman : “ Demikianlah, barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar agama Allah, maka itu menunjukkan adanya ketakwaan dalam hati ( QS Al-Hajj 32). Apa jadinya jika hari raya Idul Adha tidak dihiasai dengan syariat qurban, tentu akan menjadi tanpa makna dan sepi-sepi saja.
Begitupula berqurban adalah salah satu bentuk perwujudan rasa syukur yang aplikatif atas semua nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita sepanjang tahun. Bisa jadi, selama ini kita begitu lahap menikmati daging sapi dan kambing dalam menu sehari-hari, namun kita lupa bahwa hal demikian adalah salah satu bentuk rejeki dan nikmat dari Allah SWT. Allah SWT mengingatkan hal ini dalam firman-Nya : “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak.” (QS. Al Hajj: 34)
Kedua : Melatih Ikhlas, Takwa dan Semangat berbagi di Hari Raya
Berqurban adalah ibadah yang menguji keikhlasan diri, karena ini adalah bentuk ibadah yang terlihat atau dhohir, dimana banyak orang akan melihat dan menyaksikan. Bisikan syetan untuk berqurban karena mengharap simpati dan pujian banyak mungkin akan terlintas. Belum lagi dari sisi besarnya biasa yang dikeluarkan para pequrban, tentu akan menggoda sisi keikhlasan. Karenanya, ibadah ini benar-benar menjadi ujian keikhlasan, ketakwaan bagi seorang muslim. Bukankah qurban sendiri dari kata taqarruban yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS Al Hajj 37)
Ibadah qurban juga tidak bisa dilepaskan dari ibadah berbagi, kepedulian kepada sesama, yang bisa jadi mereka tidak atau jarang menikmati menu daging dalam kesehariannya. Berbagi dalam Islam adalah ibadah yang mulia, terlebih lagi pada masa hari raya dimana tidak boleh ada yang bersedih dan kekurangan di dalamnya. Karena itulah kita mendapi ada syariat zakat fitrah saat idul Fitri, dan berqurban saat Idul Adha. Rasulullah SAW mensifati hari tasyriq sebagai bagian dari hari raya Idul Adha dengan mengatakan : ini adalah hari makan-makan dan minum-minum serta mengingat Allah (HR. Ahmad dan Malik dalam Al Muwatha').
Ketiga : Meneladani keluarga Nabi Ibrahim as
Pensyariatan Ibadah qurban tidak terpisahkan dengan mengenang ujian yang diberikan kepada Nabi Ibrahim as, untuk menyembelih anaknya tercinta Ismail as. Ujian berat ini salah satunya mengantarkan sosok Nabi Ibrahim pada derajat mulia diantara nabi yang lainnya. Beliau adalah abul anbiya (bapak para nabi), kholilullah (kekasih Allah), sekaligus juga termasuk golongan ulul azmi, nabi utama yang penuh kesabaran. Allah SWT berfirman : Sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata dan kami tebus ismail dengan sembelihan hewan qurban yang besar. Dan kami jadikan teladan untuk orang-orang yang sesudahnya, keselamatan untuk Nabi Ibrahim, demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat baik”.(Q.S. As-shafat 110)
Karenanya, sudah semestinya ibadah qurban juga mengajarkan kepada kita untuk secara umum meneladani kesabaran keluara nabi Ibrahim, dan secara khusus melatih kita mampu ‘menyembelih’ kecintaan-kecintaan kita pada aneka ragam hawa nafsu dan pernik-pernik duniawi yang bisa menjauhkan diri kita kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan kesabaran. Selamat Idul Adha. Taqobbalallahu minna waminkum.
*Artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah Suara Solo Jumat 25 September 2015
Pertama : Mengagungkan Syiar dan Syukur kepada Allah
Idul Adha adalah satu syiar Islam yang harus disambut dan diagungkan. Berqurban adalah salah satu bentuk kesiapan kita menyambut Idul Adha dengan lebih agung, sebagai bukti ketakwaan diri. Allah SWT berfirman : “ Demikianlah, barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar agama Allah, maka itu menunjukkan adanya ketakwaan dalam hati ( QS Al-Hajj 32). Apa jadinya jika hari raya Idul Adha tidak dihiasai dengan syariat qurban, tentu akan menjadi tanpa makna dan sepi-sepi saja.
Begitupula berqurban adalah salah satu bentuk perwujudan rasa syukur yang aplikatif atas semua nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita sepanjang tahun. Bisa jadi, selama ini kita begitu lahap menikmati daging sapi dan kambing dalam menu sehari-hari, namun kita lupa bahwa hal demikian adalah salah satu bentuk rejeki dan nikmat dari Allah SWT. Allah SWT mengingatkan hal ini dalam firman-Nya : “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yang dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak.” (QS. Al Hajj: 34)
Kedua : Melatih Ikhlas, Takwa dan Semangat berbagi di Hari Raya
Berqurban adalah ibadah yang menguji keikhlasan diri, karena ini adalah bentuk ibadah yang terlihat atau dhohir, dimana banyak orang akan melihat dan menyaksikan. Bisikan syetan untuk berqurban karena mengharap simpati dan pujian banyak mungkin akan terlintas. Belum lagi dari sisi besarnya biasa yang dikeluarkan para pequrban, tentu akan menggoda sisi keikhlasan. Karenanya, ibadah ini benar-benar menjadi ujian keikhlasan, ketakwaan bagi seorang muslim. Bukankah qurban sendiri dari kata taqarruban yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya” (QS Al Hajj 37)
Ibadah qurban juga tidak bisa dilepaskan dari ibadah berbagi, kepedulian kepada sesama, yang bisa jadi mereka tidak atau jarang menikmati menu daging dalam kesehariannya. Berbagi dalam Islam adalah ibadah yang mulia, terlebih lagi pada masa hari raya dimana tidak boleh ada yang bersedih dan kekurangan di dalamnya. Karena itulah kita mendapi ada syariat zakat fitrah saat idul Fitri, dan berqurban saat Idul Adha. Rasulullah SAW mensifati hari tasyriq sebagai bagian dari hari raya Idul Adha dengan mengatakan : ini adalah hari makan-makan dan minum-minum serta mengingat Allah (HR. Ahmad dan Malik dalam Al Muwatha').
Ketiga : Meneladani keluarga Nabi Ibrahim as
Pensyariatan Ibadah qurban tidak terpisahkan dengan mengenang ujian yang diberikan kepada Nabi Ibrahim as, untuk menyembelih anaknya tercinta Ismail as. Ujian berat ini salah satunya mengantarkan sosok Nabi Ibrahim pada derajat mulia diantara nabi yang lainnya. Beliau adalah abul anbiya (bapak para nabi), kholilullah (kekasih Allah), sekaligus juga termasuk golongan ulul azmi, nabi utama yang penuh kesabaran. Allah SWT berfirman : Sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata dan kami tebus ismail dengan sembelihan hewan qurban yang besar. Dan kami jadikan teladan untuk orang-orang yang sesudahnya, keselamatan untuk Nabi Ibrahim, demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat baik”.(Q.S. As-shafat 110)
Karenanya, sudah semestinya ibadah qurban juga mengajarkan kepada kita untuk secara umum meneladani kesabaran keluara nabi Ibrahim, dan secara khusus melatih kita mampu ‘menyembelih’ kecintaan-kecintaan kita pada aneka ragam hawa nafsu dan pernik-pernik duniawi yang bisa menjauhkan diri kita kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan kesabaran. Selamat Idul Adha. Taqobbalallahu minna waminkum.
*Artikel dimuat dalam Rubrik Tausiyah Suara Solo Jumat 25 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar