Para sahabat marah luar biasa. Bagaimana mungkin seorang pemuda dalam sebuah majlis mulia bersama Rasulullah SAW berani secara terang-terangan meminta izin agar diperbolehkan berzina. Para sahabat menganggap hal itu adalah bentuk kekurangajaran terhadap Rasulullah SAW, maka merekapun marah, menghardik sang pemuda dengan kasar bahkan dikatakan ada yang hendak memukulinya. Namun Rasulullah SAW justru bersikap berbeda. Dengan penuh kelembutan beliau mengajak sang pemuda untuk mendekat, kemudian menasehatinya dengan baik. Tak ada kata-kata kasar terlantunkan, tak ada kemarahan terungkapkan, apalagi sebuah pukulan. Hingga diakhir Rasulullah SAW pun mendoakan dengan penuh ketulusan : “Ya Allah… ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”(HR Ahmad). Pemuda itupun kemudian berbalik 180 derajat menjadi pembenci perbuatan zina sepanjang hidupnya. Hal yang mungkin tidak terjadi jika saat itu ia dihajar dan dimaki habis-habisan oleh para sahabat yang lain.
Dalam riwayat yang lain kesabaran para sahabat kembali diuji. Kali ini mereka benar-benar marah. Saat sedang bersama Rasulullah SAW di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab badui yang tanpa merasa bersalah buang hajat di tempat yang suci tersebut, yaitu masjid tempat mereka sehari-hari beribadah dan memanjatkan doa. Maka mereka pun segera bereaksi, menghardik dan mencegahnya menyelesaikan hajatnya tersebut. Namun lagi-lagi Rasulullah SAW melarang mereka, ia membiarkan sang badui menyelesaikan hajatnya, bahkan menyuruh para sahabat mengambil seember air untuk menyiram bekas kencing sang badui. Kemudian beliau pun memanggil sang Arab badui, menasehatinya dengan lemah lembut tanpa ada kemarahan tersirat : “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim) . Sang Badui sangat terkesan dengan kelembutan Rasulullah SAW, hingga akhirnya ia berdoa : “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua”. Nampaknya ia masih memendam kekecewaan dengan amarah para sahabat beberapa saat sebelumnya.
Setiap manusia sejatinya pasti pernah merasakan kemarahan. Bahkan Rasulullah SAW juga mengakui tabiat manusiawi tersebut, beliau mengatakan : “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah” (HR Muslim). Namun kejadian yang digambarkan dalam dua hadits di atas memberikan kita banyak pelajaran, salah satu yang terpenting adalah bagaimana kita dianjurkan untuk menahan amarah dan bersikap lembut. Para sahabat adalah manusia-manusia mulia, merekapun diuji dengan kejadian-kejadian yang bisa menyulutkan emosi. Apalagi kita dalam keseharian, sungguh mungkin teramat banyak kejadian yang memancing emosi kita, hingga kemudian kita akan meluapkan kemarahan dengan begitu mudahnya. Dari mulai ucapan teman yang menyakiti, atau menunggu janji pertemuan yang kelewat molor waktu, atau bersenggolan motor atau mobil saat di jalanan yang padat, tentu semua itu akan menguras emosi dan memancing amarah setiap kita.
Menahan amarah bukan hal yang mudah, apalagi disaat kita memiliki kesempatan dan kekuatan untuk melampiaskannya sekuat tenaga. Rasulullah SAW sebagai pribadi yang penyabar dan penuh kelembutan sejak awal telah mengingatkan para sahabat untuk mampu menahan amarah. Maka ketika ada seorang laki-laki datang kepada beliau lalu meminta nasehat khusus, maka Rasullah SAW memintanya , "Janganlah engkau marah.". Lelaki itu sepertinya tidak puas dengan jawaban beliau, maka iapun mengulangi permintaannya beberapa kali, tetapi Rasulullah SAW tetap menjawab, "Janganlah engkau marah." (HR al-Bukhari). Dalam kesempatan yang lain beliau juga menyebutkan bahwa : “Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah” (HR. Malik).
Lantas bagaimana kita bisa berupaya menahan amarah ? Berikut ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap mukmin dalam upaya mengendalikan emosi dan memadamkan kemarahan.
Pertama : Mengingat keutamaan yang dijanjikan pada mereka yang menahan amarah.
Sesungguhnya kemampuan menahan amarah adalah salah satu sifat insan bertakwa yang dijanjikan banyak keutamaan oleh Allah SWT. Disebutkan dalam Al-Quran salah satu ciri orang bertakwa : “ ..... orang-orang yang menahan marah dan memaafkan kesalahan orang. Allah suka kepada orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran : 133-134). Karena itu sesungguhnya sebuah kejadian yang memancing amarah kita sejatinya adalah ujian untuk menguji kesiapan dan ketakwaan diri. Sementara itu, di dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW juga menjanjikan pada siapa yang mampu menahan amarahnya, beliau bersabda : “Siapa saja yang menahan marah, padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada Hari Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya bidadari yang dia sukai." (HR at-Tirmidzi). Pemahaman ini menjadi penting bagi setiap kita, sehingga saat ada kejadian atau ucapan yang memancing emosi diri, kita mengingat betapa banyak keuntungan yang akan kita dapatkan saat mampu mengendalikan amarah kita.
Kedua : Berupaya mengambil hikmah tersembunyi dari setiap kejadian.
Terkadang kejadian yang membuat kita emosi sedemikian rupa pada suatu ketika, ternyata pada saat yang lain membuahkan hikmah yang luar biasa. Karena itulah semestinya setiap orang beriman tidak terlalu cepat “reaktif” dan emosional dalam menanggapi setiap kejadian atau berita yang memancing emosinya. Bukankah sejak awal Rasulullah SAW telah memberikan dua senjata yang hanya dimiliki orang beriman ? Beliau menegaskan : “Sungguh ajaib keadaan orang beriman, sesungguhnya semua urusan mereka berada dalam keadaan baik. Dan tiada yang memperolehi keadaan ini melainkan orang yang beriman saja. Sekiranya dia dianugerahkan sesuatu, dia bersyukur. Maka jadilah anugerah itu baik untuknya. Sekiranya dia ditimpa musibah, dia bersabar. Maka jadilah musibah itu baik untuknya” (HR Muslim)
Ketiga : Mengingat kerugian yang akan didapat saat meluapkan emosi dan amarah.
Ketika godaan marah datang menyergap, maka ingatlah bawah dalam kemarahan ada sejuta potensi kerugian yang membahayakan diri kita pada waktu berikutnya. Yang paling jelas adalah bisa merusak persahabatan, dijauhi teman dan rekan sejawat karena melihat kita begitu mudah tersulut emosi. Allah SWT telah memberikan peringatan dalam hal ini dalam firmannya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. ( QS Ali Imron 159).
Belum lagi jika kita mengingat dari sisi kesehatan, tentu kita akan berpikir seribu kali terlebih dahulu sebelum mengungkapkan kemarahan, karena begitu banyak kerugian dan bahaya yang mengancam. Secara psikologis dan medis, kemarahan merupakan suatu sikap emosional yang berdampak negatif pada jantung. Saat marah, terjadi perubahan fisiologis seperti meningkatnya hormon adrenalin yang akan memengaruhi kecepatan detak jantung dan menambah penggunaan oksigen. Kemarahan akan memaksa jantung memompakan darah lebih banyak sehinga bisa mengakibatkan tingginya tekanan darah. Akibatnya bisa fatal bila pemarah tersebut memiliki penyakit darah tinggi atau jantung. Ada pepatah yang begitu sederhana merangkumkan untuk kita : “ Untuk setiap satu menit kemarahan, Anda telah mempercepat satu tahun penuaan “.
Keempat : Segera padamkan emosi dengan langkah-langkah yang dianjurkan Rasulullah SAW.
Saat emosi begitu meningkat hingga amarah pun tak terhindarkan lagi, yang bisa kita lakukan adalah mengingat langkah-langkah yang disarankan Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya, agar kemarahan itu tidak terus bertambah apalagi makin membabi buta. Yang pertama bisa kita lakukan adalah membaca istiadzah, kemudian mengambil air wudhu karena sejatinya kemarahan itu berasal dari syetan, sementara syetan tercipta dari api yang akan bisa padam dengan air. Rasulullah SAW juga menganjurkan kita mengubah posisi kita saat marah, dari berdiri menjadi duduk, bahkan hingga berbaring jika memang diperlukan.
Langkah berikutnyan yang dianjurkan Rasulullah adalah saat marah hendaknya kita menahan diri untuk berkata-kata, agar tidak keluar hal yang akan menambah emosi kita dan merugikan diri kita. Pesan Rasulullah SAW begitu jelas : “kalau kalian marah maka diamlah” (H.R. Ahmad). Dan langkah terakhir Rasulullah SAW menganjurkan untuk kita sholat jika amarah terus memuncak, beliau bersabda : “ Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (H.R. Tirmidzi)
Akhirnya, semoga Allah SWT berikan kita kekuatan untuk mampu menahan amarah, dan terus menyebarkan kelembutan dan kasih sayang kepada semua orang. Wallahu a’lam bisshowab.
Dalam riwayat yang lain kesabaran para sahabat kembali diuji. Kali ini mereka benar-benar marah. Saat sedang bersama Rasulullah SAW di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab badui yang tanpa merasa bersalah buang hajat di tempat yang suci tersebut, yaitu masjid tempat mereka sehari-hari beribadah dan memanjatkan doa. Maka mereka pun segera bereaksi, menghardik dan mencegahnya menyelesaikan hajatnya tersebut. Namun lagi-lagi Rasulullah SAW melarang mereka, ia membiarkan sang badui menyelesaikan hajatnya, bahkan menyuruh para sahabat mengambil seember air untuk menyiram bekas kencing sang badui. Kemudian beliau pun memanggil sang Arab badui, menasehatinya dengan lemah lembut tanpa ada kemarahan tersirat : “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim) . Sang Badui sangat terkesan dengan kelembutan Rasulullah SAW, hingga akhirnya ia berdoa : “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua”. Nampaknya ia masih memendam kekecewaan dengan amarah para sahabat beberapa saat sebelumnya.
Setiap manusia sejatinya pasti pernah merasakan kemarahan. Bahkan Rasulullah SAW juga mengakui tabiat manusiawi tersebut, beliau mengatakan : “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah” (HR Muslim). Namun kejadian yang digambarkan dalam dua hadits di atas memberikan kita banyak pelajaran, salah satu yang terpenting adalah bagaimana kita dianjurkan untuk menahan amarah dan bersikap lembut. Para sahabat adalah manusia-manusia mulia, merekapun diuji dengan kejadian-kejadian yang bisa menyulutkan emosi. Apalagi kita dalam keseharian, sungguh mungkin teramat banyak kejadian yang memancing emosi kita, hingga kemudian kita akan meluapkan kemarahan dengan begitu mudahnya. Dari mulai ucapan teman yang menyakiti, atau menunggu janji pertemuan yang kelewat molor waktu, atau bersenggolan motor atau mobil saat di jalanan yang padat, tentu semua itu akan menguras emosi dan memancing amarah setiap kita.
Menahan amarah bukan hal yang mudah, apalagi disaat kita memiliki kesempatan dan kekuatan untuk melampiaskannya sekuat tenaga. Rasulullah SAW sebagai pribadi yang penyabar dan penuh kelembutan sejak awal telah mengingatkan para sahabat untuk mampu menahan amarah. Maka ketika ada seorang laki-laki datang kepada beliau lalu meminta nasehat khusus, maka Rasullah SAW memintanya , "Janganlah engkau marah.". Lelaki itu sepertinya tidak puas dengan jawaban beliau, maka iapun mengulangi permintaannya beberapa kali, tetapi Rasulullah SAW tetap menjawab, "Janganlah engkau marah." (HR al-Bukhari). Dalam kesempatan yang lain beliau juga menyebutkan bahwa : “Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah” (HR. Malik).
Lantas bagaimana kita bisa berupaya menahan amarah ? Berikut ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap mukmin dalam upaya mengendalikan emosi dan memadamkan kemarahan.
Pertama : Mengingat keutamaan yang dijanjikan pada mereka yang menahan amarah.
Sesungguhnya kemampuan menahan amarah adalah salah satu sifat insan bertakwa yang dijanjikan banyak keutamaan oleh Allah SWT. Disebutkan dalam Al-Quran salah satu ciri orang bertakwa : “ ..... orang-orang yang menahan marah dan memaafkan kesalahan orang. Allah suka kepada orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran : 133-134). Karena itu sesungguhnya sebuah kejadian yang memancing amarah kita sejatinya adalah ujian untuk menguji kesiapan dan ketakwaan diri. Sementara itu, di dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW juga menjanjikan pada siapa yang mampu menahan amarahnya, beliau bersabda : “Siapa saja yang menahan marah, padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada Hari Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya bidadari yang dia sukai." (HR at-Tirmidzi). Pemahaman ini menjadi penting bagi setiap kita, sehingga saat ada kejadian atau ucapan yang memancing emosi diri, kita mengingat betapa banyak keuntungan yang akan kita dapatkan saat mampu mengendalikan amarah kita.
Kedua : Berupaya mengambil hikmah tersembunyi dari setiap kejadian.
Terkadang kejadian yang membuat kita emosi sedemikian rupa pada suatu ketika, ternyata pada saat yang lain membuahkan hikmah yang luar biasa. Karena itulah semestinya setiap orang beriman tidak terlalu cepat “reaktif” dan emosional dalam menanggapi setiap kejadian atau berita yang memancing emosinya. Bukankah sejak awal Rasulullah SAW telah memberikan dua senjata yang hanya dimiliki orang beriman ? Beliau menegaskan : “Sungguh ajaib keadaan orang beriman, sesungguhnya semua urusan mereka berada dalam keadaan baik. Dan tiada yang memperolehi keadaan ini melainkan orang yang beriman saja. Sekiranya dia dianugerahkan sesuatu, dia bersyukur. Maka jadilah anugerah itu baik untuknya. Sekiranya dia ditimpa musibah, dia bersabar. Maka jadilah musibah itu baik untuknya” (HR Muslim)
Ketiga : Mengingat kerugian yang akan didapat saat meluapkan emosi dan amarah.
Ketika godaan marah datang menyergap, maka ingatlah bawah dalam kemarahan ada sejuta potensi kerugian yang membahayakan diri kita pada waktu berikutnya. Yang paling jelas adalah bisa merusak persahabatan, dijauhi teman dan rekan sejawat karena melihat kita begitu mudah tersulut emosi. Allah SWT telah memberikan peringatan dalam hal ini dalam firmannya : “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. ( QS Ali Imron 159).
Belum lagi jika kita mengingat dari sisi kesehatan, tentu kita akan berpikir seribu kali terlebih dahulu sebelum mengungkapkan kemarahan, karena begitu banyak kerugian dan bahaya yang mengancam. Secara psikologis dan medis, kemarahan merupakan suatu sikap emosional yang berdampak negatif pada jantung. Saat marah, terjadi perubahan fisiologis seperti meningkatnya hormon adrenalin yang akan memengaruhi kecepatan detak jantung dan menambah penggunaan oksigen. Kemarahan akan memaksa jantung memompakan darah lebih banyak sehinga bisa mengakibatkan tingginya tekanan darah. Akibatnya bisa fatal bila pemarah tersebut memiliki penyakit darah tinggi atau jantung. Ada pepatah yang begitu sederhana merangkumkan untuk kita : “ Untuk setiap satu menit kemarahan, Anda telah mempercepat satu tahun penuaan “.
Keempat : Segera padamkan emosi dengan langkah-langkah yang dianjurkan Rasulullah SAW.
Saat emosi begitu meningkat hingga amarah pun tak terhindarkan lagi, yang bisa kita lakukan adalah mengingat langkah-langkah yang disarankan Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya, agar kemarahan itu tidak terus bertambah apalagi makin membabi buta. Yang pertama bisa kita lakukan adalah membaca istiadzah, kemudian mengambil air wudhu karena sejatinya kemarahan itu berasal dari syetan, sementara syetan tercipta dari api yang akan bisa padam dengan air. Rasulullah SAW juga menganjurkan kita mengubah posisi kita saat marah, dari berdiri menjadi duduk, bahkan hingga berbaring jika memang diperlukan.
Langkah berikutnyan yang dianjurkan Rasulullah adalah saat marah hendaknya kita menahan diri untuk berkata-kata, agar tidak keluar hal yang akan menambah emosi kita dan merugikan diri kita. Pesan Rasulullah SAW begitu jelas : “kalau kalian marah maka diamlah” (H.R. Ahmad). Dan langkah terakhir Rasulullah SAW menganjurkan untuk kita sholat jika amarah terus memuncak, beliau bersabda : “ Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (H.R. Tirmidzi)
Akhirnya, semoga Allah SWT berikan kita kekuatan untuk mampu menahan amarah, dan terus menyebarkan kelembutan dan kasih sayang kepada semua orang. Wallahu a’lam bisshowab.
*Artikel dimuat di Buletin Jumat IZI (Inisiatif Zakat Indonesia)
musuh terbesarkita adalah diri kita sendiri atau amarah kita ...
BalasHapus