Tausiyah Nikah di Walimah Izzuddin bin Sholihin & Ilha |
Hunna libasul lakum, wa antum libasul lahun. Indah
sekali Al-Quran menyebutkan suami istri masing-masing sebagai “pakaian” untuk
satu sama lainnya. Penggunaan kata “libas” untuk memaknai satu hubungan antara
dua anak manusia yang bersatu dalam mistaqon golidzho ini perlu kita
renungkan lebih mendalam. Dr. Ali Syahwani, seorang aktifis dakwah terkemuka
asal Mesir menuliskan artikel singkat, mentadabburi beberapa wajhu tasybiih
persamaan pakaian dengan kata lainnya yang insya Allah membantu kita lebih
mendalami, mengapa pilihan kata “libas” begitu indah sarat makna.
Pertama, makna As-Satr, yaitu penutup. Fungsi utama pakaian
adalah penutup aurat.Suami istri harus saling menutupi aib pasangannya,
menyimpan rahasia antar keduanya, menjaga kehormatan satu sama lainnya. Bukan
mengobral keburukan pasangan, menceritakan rahasia keduanya, apalagi
menjelek-jelekan saat ia tak disampingnya.
Kedua, makna al-Himayah wal Wiqoyah, penjagaan dan
perlindungan. Pakaian mempunyai fungsi melindungi fisik kita dari panas dan
dingin. Begitu pula suami istri, melindungi satu sama lain secara fisik.
Menjaga dan meredam dari gejolak gairah fisik yang bisa mengantarkan pada
kemaksiatan.
Ketiga, makna ad-Dif-u yaitu penghangat. Pakaian yang kita
kenakan selalu menyesuaikan dengan kondisi cuaca dan lingkungan yang ada. Demikian
pula suami istri, satu sama lain harus sangat mampu merasakan kegelisahan,
kesedihan atau kemarahan pasangannya, untuk kemudian berusaha menetralisir,
menentramkan agar tidak bertambah-tambah mewarnai keseharian.
Keempat, makna at-Takmil yaitu penyempurna. Kita akan merasa
penampilan kita akan berkurang saat pakaian yang kita kenakan kurang sesuai.
Maka begitu pula, seorang suami hendaknya merasa kurang saat sang istri tiada
di samping, begitu pula sebaliknya. Suami istri juga menyempurnakan kekurangan
satu sama lain, agar menjadi pasangan yang saling memahami satu sama lainnya.
Kelima, makna Al-Jamaal yaitu keindahan. Pakaian menambah
keindahan penampilan penggunanya. Maka demikian pula suami istri, satu sama
lain harus menambah keindahan pasangannya, dan tidak ada cara lain kecuali
dengan saling tawashou bil haq dan tawashou bisshob. Memotivasi dalam kebaikan
dan amal sholeh.
Keenam, makna At-Takayyuf yaitu menyesuaikan, bisa diubah
agar lebih pas dan cocok dikenakan. Begitu pula suami istri, harus siap dan
mampu merubah sifat-sifat yang tidak mengenakkan pasangannya, agar tercipta
kenyamanan satu sama lain.
Ketujuh, makna Al-Muthobaqoh atau kecocokan. Bagian leher
untuk bagian leher, sisi untuk lengan kanan tidak bisa digunakan untuk yang
kiri. Maka demikianlah suami istri seharusnya, diantara mereka harus mempunyai
banyak kecocokan dalam banyak hal, seperti pemikiran, kecenderungan, gaya, agar
tidak terlampau jauh terasa perbedaan yang ada.
Kedelapan, makna Iltishoq yaitu melekat. Pakaian tidak mungkin
tidak, ia harus melekat pada sang pemilik agar fungsinya berjalan dengan baik.
Maka suami istri hendaknya senantiasa melekat satu sama lain, baik hati maupun
fisik. Kebersamaan mereka senantiasa dirindukan, pertemuannya menggetarkan, dan
satu sama lain merindu untuk terus berdekatan.
Inilah delapan makna “filosofis” pakaian yang juga
diibaratkan bagaimana seharusnya suami dan istri menjalani kehidupannya
sehari-hari. Sepertinya terasa sulit dibayangkan, apalagi oleh para Jomblo yang
masih setia dengan halusinasinya. Hadapilah dengan senyuman ...
sumber inspirasi : https://vb.tafsir.net/tafsir18758/#.XKMM8lUzbZ5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar