Bulan Ramadhan selalu menghadirkan aneka ragam kenangan, entah masa kecil atau masa saat di perantauan. Salah satu yang terkenang saat Ramadhan di Sudan, adalah momentum buka puasa. Hidangan buka bersama, dengan mudah bisa kita temui di pinggir jalan, bukan hanya di masjid-masjid.
Jadi hampir setiap rumah-rumah di Sudan, menyiapkan piringan hidangan buka puasa yang lengkap dengan aneka menu khas, lalu disiapkan dipinggir jalan, terkadang bergabung membuat semacam kelompok di depan rumah dengan dua tiga tetangga yang juga membuat menu hidangan yang serupa. Para pria dan anak2 siap di luar pagar rumah, di dekat hidangan sambil menyapa dan memaksa mereka yang lewat di jalanan untuk turut berbuka. Sementara ibu2 dan anak gadis berbuka di dalam rumah.
Saat magrib semakin dekat, semakin semangat mereka mengundang yang lewat untuk turut bergabung berbuka. Bahkan terkadang turun ke jalan untuk menghentikan mobil yang lewat, memaksa penumpangnya buka bersama. Pernah kejadian ribut antar tetangga sampai berlanjut ke pengadilan, karena urusan menghentikan mobil, dimana masing-masing merasa paling berhak untuk menjamu tamu yang turun dari mobil tersebut.
Lain para pengguna jalan, lain mahasiswa. Kalau kami tentu tak perlu dipaksa, karena terkadang justru kami yang pilah-pilih lokasi berbuka idola dengan menu yang lengkap nan istimewa, karena menu asrama sudah terlalu biasa. Jika ada kabar update lokasi berbuka yang lain dari yang lain, kadang kami tertarik untuk mendatangi meski harus berjalan kaki lebih jauh dari biasanya.
Apa saja sih menunya ? Saat berbuka selain diawali dengan kurma, juga dipadu dengan balilah atau kabkabe, yaitu Humus ( kacang chikpea) rebus yang disajikan masih dengan sisa air rebusan yang sudah diberi tambahan sedikit garam dan bumbu lainnya.
Untuk minuman selain karkade yang sudah populer di Indonesia dengan sebutan teh merah bunga rosella, yang khas dengan Ramadhan adalah minumal hulmur.
Minumal Hulmur ini agak repot membuatnya karena terdiri dari aneka racikan bahan, yang utama adalah biji Millet (jewawut), kemudian bahan campurannya lengkap mulai dari kurma, karkade (rosela), dan arodib ( buah asam). Bukan itu saja dalam proses pembuatannya juga ditambah aneka bumbu, seperti : qirfah (kayu manis), kazbaroh (ketumbar), kamun (jinten), habhan (kapulaga), bisa dibayangkan sendiri bagaimana rasanya nano-nano tapi menyegarkan karena disajikan dengan es batu.
Adapun menu beratnya, yang khas ada namanya Asidah, semacam bubur putih kenyal terbuat dari tepung jagung, yang disantap dengan kuah saus kental yang terbuat dari potongan daging kering yang disebut naimiyah, atau kadang dipadu dengan zabadiy ( yoghurt lokal).
Banyak lagi sebenarnya aneka menu Ramadhan di Sudan, yang memanjakan lidah kami para mahasiswa, terkenang hingga saat ini. Tentu saja saat berbuka di jalanan, bukan semata soal makanan saja yang kami kenang, tetapi juga keramahan penduduk Sudan dalam menyapa kami, tua muda miskin maupun kaya. Mereka santai saja berbincang dan bercanda di sela menikmati sajian, juga kehangatan saling menanyakan kabar dan mendoakan saat berjumpa dan berpisah. Rasanya-rasanya susah tergantikan. Ramadhan kariim ....
Jadi hampir setiap rumah-rumah di Sudan, menyiapkan piringan hidangan buka puasa yang lengkap dengan aneka menu khas, lalu disiapkan dipinggir jalan, terkadang bergabung membuat semacam kelompok di depan rumah dengan dua tiga tetangga yang juga membuat menu hidangan yang serupa. Para pria dan anak2 siap di luar pagar rumah, di dekat hidangan sambil menyapa dan memaksa mereka yang lewat di jalanan untuk turut berbuka. Sementara ibu2 dan anak gadis berbuka di dalam rumah.
Saat magrib semakin dekat, semakin semangat mereka mengundang yang lewat untuk turut bergabung berbuka. Bahkan terkadang turun ke jalan untuk menghentikan mobil yang lewat, memaksa penumpangnya buka bersama. Pernah kejadian ribut antar tetangga sampai berlanjut ke pengadilan, karena urusan menghentikan mobil, dimana masing-masing merasa paling berhak untuk menjamu tamu yang turun dari mobil tersebut.
Lain para pengguna jalan, lain mahasiswa. Kalau kami tentu tak perlu dipaksa, karena terkadang justru kami yang pilah-pilih lokasi berbuka idola dengan menu yang lengkap nan istimewa, karena menu asrama sudah terlalu biasa. Jika ada kabar update lokasi berbuka yang lain dari yang lain, kadang kami tertarik untuk mendatangi meski harus berjalan kaki lebih jauh dari biasanya.
Apa saja sih menunya ? Saat berbuka selain diawali dengan kurma, juga dipadu dengan balilah atau kabkabe, yaitu Humus ( kacang chikpea) rebus yang disajikan masih dengan sisa air rebusan yang sudah diberi tambahan sedikit garam dan bumbu lainnya.
Untuk minuman selain karkade yang sudah populer di Indonesia dengan sebutan teh merah bunga rosella, yang khas dengan Ramadhan adalah minumal hulmur.
Minumal Hulmur ini agak repot membuatnya karena terdiri dari aneka racikan bahan, yang utama adalah biji Millet (jewawut), kemudian bahan campurannya lengkap mulai dari kurma, karkade (rosela), dan arodib ( buah asam). Bukan itu saja dalam proses pembuatannya juga ditambah aneka bumbu, seperti : qirfah (kayu manis), kazbaroh (ketumbar), kamun (jinten), habhan (kapulaga), bisa dibayangkan sendiri bagaimana rasanya nano-nano tapi menyegarkan karena disajikan dengan es batu.
Adapun menu beratnya, yang khas ada namanya Asidah, semacam bubur putih kenyal terbuat dari tepung jagung, yang disantap dengan kuah saus kental yang terbuat dari potongan daging kering yang disebut naimiyah, atau kadang dipadu dengan zabadiy ( yoghurt lokal).
Banyak lagi sebenarnya aneka menu Ramadhan di Sudan, yang memanjakan lidah kami para mahasiswa, terkenang hingga saat ini. Tentu saja saat berbuka di jalanan, bukan semata soal makanan saja yang kami kenang, tetapi juga keramahan penduduk Sudan dalam menyapa kami, tua muda miskin maupun kaya. Mereka santai saja berbincang dan bercanda di sela menikmati sajian, juga kehangatan saling menanyakan kabar dan mendoakan saat berjumpa dan berpisah. Rasanya-rasanya susah tergantikan. Ramadhan kariim ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar