25 Jan 2022

Dilema Sholat Berjamaah di Mushola Area Publik

Sebenarnya ini tidak hanya di musholla rest area saja, tetapi juga berlaku di tempat sholat di area publik seperti terminal, stasiun, mall, bandara dan yang lainnya. Dilemanya adalah mencari teman untuk sholat berjamaah, sekaligus menentukan siapa imamnya. 


Dilema seperti ini muncul biasanya ketika waktu sholat “officialnya” atau kloter pertamanya sudah lewat, maka yang tersisa berikutnya adalah jamaah sholat yang muncul kadang sendirian kadang berombongan. Kalau ada yang berombongan, akan lebih mudah. Karena biasanya mereka akan berinisiatif untuk membuat sholat jamaah sendiri, dan jamaah yang baru datang akan mengikuti. Kalau ketemu seperti ini ya alhamdulillah.


Masalahnya adalah saat jamaah datang sendiri-sendiri, tanpa saling mengenal. Maka yang paling sering terjadi adalah segera ambil posisi masing-masing lalu sholat sendiri-sendiri, ada yang di pojok, depan, belakang, dan seterusnya. Mungkin karena status musafir, jadi mengoptimalkan diskon tidak wajib berjamaah, meski peluang ada di hadapan. 


Pada situasi seperti itu, sebelum banyak yang sholat sendiri-sendiri kadang saya berinisiatif untuk iqomat dan berusaha memberi kode ke satu dua atau jamaah yang tersisa untuk berjamaah. Karena out fit saya saat safar biasanya hanya kaos, maka tentu tidak enak kalau saya inisiatif maju jadi imam. Maka saya persilahkan yang lainnya yang terlihat lebih tua, dan tampilan lebih “ngustadz’ untuk maju menjadi imam. 


Sayangnya, dalam banyak kasus ternyata sang imam dadakan tadi gak bunyi sama sekali ….. alias sholat jahr tapi bacaan nyaris tak terdengar, atau mungkin sebenarnya dibaca sir. Mungkin karena beliaunya terlalu tawadhu atau bagaimana.  Atau dalam kasus yang lain, bunyi tapi bacaannya menyedihkan dan mengkhawatirkan. Sampai di sini saya teringat ungkapan : Don't judge a book by its cover. 


Kadang ada rasa menyesal menelisip dalam hati kenapa tidak memajukan diri sendiri, tetapi segara saya beristighfar jangan-jangan kalau pun saya yang jadi imam, ada makmum yang mempunyai kesan yang sama. 


Belajar dari pengalaman-pengalaman di atas, maka terkadang saya langsung inisiatif maju menjadi imam. Ya dengan kualitas bacaan yang medioker, setidaknya saya berusaha sesuai kemampuan lah. Tapi tetap saja ada hal yang terasa “menyedihkan” di hati, saat menyadari ternyata ada saja jamaah yang baru datang tetapi tetap memilih untuk sholat sendiri, memilih jalan ninjanya yang sunyi sepi. 


Dan puncaknya adalah ketika menyadari ada rombongan yang bahkan membuat jamaah sholat sendiri, sementara kami belum juga usai. Tentu saya tahu dari mendengarkan takbir dan bacaan yang dilantunkan. Tentu ada sedikit kesedihan, seperti perasaan jomblo yang dicampakkan calon mertua karena datang naik honda Astrea Prima.  


Tetapi segera saya beristigfar dan mengevaluasi diri, jangan-jangan karena bacaan saya yang mengkhawatirkan, atau bisa jadi juga karena saya nekat jadi imam sementara tampilan saya lebih mirip om-om yang menolak tua di berbagai fasilitas kebugaran, tentu sangat tidak meyakinkan sebagai imam, kecuali imam rumah tangga. #eeaa 


Teman-teman ada saran atau pengalaman soal ini ?

NB : Gambar hanya sekedar ilustrasi semata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar