Soal pinjam meminjam buku, setiap kita
rasanya pernah menjalankannya. Pastilah ada suka duka disana yang kita lalui
bersama sahabat dan teman. Entah buku kita yang berpindah dari satu tangan ke
tangan yang lain tanpa konfirmasi, atau bahkan kembali dengan penampakan yang jauh
berbeda dari sebelumnya, atau bahkan yang hilang begitu saja tanpa kabar.
Tentu semua mempunyai niatan yang baik.
Yang meminjamkan berniat membantu dan menjadi fasilitator menyebarkan ilmu.
Sementara yang meminjam sangat bersemangat dalam mencari ilmu dengan
keterbatasan kemampuan yang ada. Nah, niatan yang baik saja tentu belum cukup.
Perlu aturan-aturan dan etika untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan
di atas. Namanya manusia, kadang lengah dan lupa, dan kadang juga sengaja.
Betapa pentingnya bab pinjam meminjam buku
ini, sampai Syeikh Abdul Azis Sadhan, yang menulis kitab Maalim fi Thoriq
Tholabil Ilmi (Panduan para penuntut ilmu), mengkhususkan satu bab yang
berjudul : Para Pencari Ilmu dan Meminjam Buku, untuk membahas beberapa adab soal
peminjaman buku.
Pertama, tentu
layak kita sadari sepenuhnya, bahwa meminjamkan buku tetap saja adalah sebuah
amal yang utama nan berpahala. Ini jelas masuk bab taawun sebagaiman seorang
mukmin jelas dianjurkan dalam Al-Quran : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
kebaikan dan ketakwaan” (QS Al Maidah ayat 2).
Sementara soal buku terkait dengan soal
ilmu, yang jelas memiliki nilai keutamaan yang istimewa dalam syariat kita.
Kita tahu beberapa ulama seperti Imam Hanafi dan Malik sampai
menjadikan amal terbaik setelah yang wajib adalah kegiatan seputar ilmu. Bahkan
dalam beberapa kesempatan lain Imam Syafii juga mengatakan hal yang senada
dengan mengatakan : “mencari ilmu lebih utama dari sholat sunnah” juga ungkapan
lain, “ Tidak ada hal yang lebih utama setelah mengerjakan yang wajib, melebihi
mencari ilmu”.
Kedua,
meminjamkan buku selain berpahala adalah mendatangkan keberkahan tersendiri
dalam langkah mencari ilmu. Muhammad bin Muzahim berkata : Awal mula dari
keberkahan ilmu adalah dengan meminjamkan Buku ( Kitab Adabul Imlak). Jadi, jika
tidak semua kita bisa menyebarkan ilmu dengan mengisi kajian, memberikan
nasehat dan ceramah, atau bahkan menyusun buku secara khusus, maka sejatinya meminjamkan
buku yang kita punya adalah alternatif lain minimalis untuk menjaga “keberkahan”
ilmu yang Allah SWT berikan pada kita.
Ketiga, hal
yang menjadikan para ulama tetap mau meminjamkan buku -meski sangat berharga
bagi mereka- adalah karena takut jangan-jangan termasuk bagian yang
menyembunyikan ilmu. Dimana hal ini menjadi larangan secara umum dalam beberapa
hadits, misalnya : “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia
menyembunyikannya, maka ia akan di-belenggu pada hari Kiamat dengan tali kekang
dari Neraka.”(HR. Abu Daud). Begitu juga larangan senada diisyaratkan dalam
hadits lain :” “Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak
menceritakannya (tidak mendakwahkannya), seperti orang yang menyimpan
perbendaharaan lalu tidak menginfakkannya.” (HR. Thobroni)
Keempat, karena begitu berharganya buku dalam pandangan ulama saat itu, maka
sebagian mereka saat bukunya dipinjam sampai mensyaratkan adanya jaminan. Bahkan
Abu Hafz Umar bin Usman Al-Janziy justru merekomendasikan hal tersebut, ia mengatakan
dalam syairnya : " Jika engkau meminjamkan kitab, maka ambillah darinya
jaminan tanpa perlu malu. Hal itu bukan berarti engkau berprasangka buruk pada
peminjam, tapi menolong mengingatkannya untuk mengembalikan." . Dalam
prakteknya, saat itu yang sering menjadi jaminan dalam pinjamaan buku antara
lain mushaf, pakaian, bahkan juga emas.
Betapa luar biasanya penghargaan para ulama
terhadap buku, sehingga sampai minta jaminan ketika dipinjamkan, bisa dipahami
karena banyak dari mereka juga telah menghabiskan dana begitu besar untuk
membeli buku. Dikisahkan bagaimana Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy sampai menjual rumahnya seharga 60 dinar
untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy. Angka sebesar itu kalau dinilai
dengan kurs rupiah saat ini mencapai 250 juta rupiah.
Betapa berharganya sebuah buku dalam pandangan ulama dahulu, hingga ada yang mengabadikan dalam senandung syarinya ketika ada seorang yang meminjam
bukunya :
" Jika engkau pinjam buku ku manfaatkanlah dan jagalah baik-baik,
kembalikan dg utuh karena aku merindukannya,
Sekiranya bukan karena takut termasuk menyembunyikan ilmu,
niscaya engkau tak kan pernah melihat buku itu sama sekali”
Nah, bagaimana dengan Anda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar